NUSANTARANEWS.CO – Komnas Perlindungan Anak Berbagi Kiat Hadapi Murid Bandel. Seiring pesatnya perkembangan dunia pendidikan di Indonesia, kian berkembang pulalah cara berpikir masyarakat. Dulu, pendidikan di daerah-daerah mungkin juga di kota, ketika ada murid yang bandel, tidak jarang langsung diberi tindakan fisik oleh sang guru.
Sekarang bulan puasa. Bagi muslim yang berpuasa mungkin dapat dengan mudah untuk mengingat dan merefleksikan persoalan ini. Di mana publik sudah terlanjur memperbincangkannya setiap hari. Tapi, sepihak memang dititipi sama orang waktu itu kepada para guru tempat anak mengenyam pendidikan.
Kini, ketika semua sudah pintar, guru memiliki tugas dan tanggung jawab besar dalam mendidik para peserta didik. Kesabaran total harus segera dipapah sejak sekarang. Seupaya tidak terjadi lagi seperti kasus yang yang dialami seorang huru di Bantaeng yang dilaporkan karena telah mencubit muridnya yang bandel.
Komnas Perlindungan Anak (PA) Seto Mulyadi menyatakan sikapnya bahwa tindakan kekerasan sangat dilarang dalam sistem pendidikan. Menurut Komnas PA cukup dengan bahasa lisan atau jika perlu dengan isyarat saja.
“Mengingatkan dengan kata-kata, jangan dengan mencubit. Apakah nanti anak-anak tidak dendam, sakit hati? Pertama nurut, lama-lama sakit hati juga. Kekerasan adalah hal yang membuat anak sakit dari fisik atau pun hatinya. Cubit di depan umum seolah-seolah dia menjadi terhukum kan menyakitkan sekali,” terang Kak Seto sapaan karab Seto Mulyadi usai menghadiri acara Ramadan Bincang Anak di Gedung Sarinah, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (14/6/2016).
Apa yang dilakukan guru terhadap murid nakal, bagi Kak Seto, akan membuat proses belajar mengajar menjadi tidak efektif. Bahkan tidak sesuai dengan misi pendidikan karena sudah dianggap keluar dari metode pendidikan yang mencerdaskan.
“Bukan mendukung (yang terjadi di Bantaeng) tapi apa yang disepakati dalam UU Perlindungan Anak mohon betul-betul diterapkan. UU mengatakan siapa pun yang melakukan kekerasan terhadap anak terkena sanksi pidana 3 tahun 6 bulan penjara, siapa pun. Ini adalah amanat UU dan ini berasal dari konvensi hak anak. Merupakan konvensi PBB yang didukung seluruh negara. Mungkin yang sekarang melakukan kemungkinan dulu masa kecilnya penuh kekerasan,” Kak Seto memberi penjelasan.
Selanjutnya, Kak Seto juga berharap supaya dalam sistem pendidikan nasional dilaksanakan tanpa adanya kekerasan. Caranya, setiap guru selain menyampaikan mata pelajaran sesuai bidangnya masing-masing juga menekankan persoalan moral dan etika kepada siswa.
“Kita mendidik etika anak-anak dengan cara yang salah. Kekerasan adalah sesuatu yang tidak beretika. Karena ada salah satu pasal yang menyebut setiap anak wajib dilindungi dari berbagai tindak kekerasan. Baik oleh pengelola sekolah guru dan teman-temannya. Jadi dengan penuh kasih sayang kelembutan sebagaimana diajarkan Ki Hajar Dewantoro sebagai bapak pendidikan Indonesia sangat penting,” terang Kak Seto lengkap dengan contohnya.
Apabila isyarat dan kata-kata belum bisa berhasil menurunkan tensi kenakalan atau kebandelan murid, Kak Seto menganjurkan untuk mencontohkan prilak yang baik pada murid. Karena murid akan mencontoh dan hatinya akan tersentuh dengan perilaku tersebut. Seperti yang pernah dialami Kak Seto ketika behadapan dengan anak jalanan yang suka menodong. Katanya, ketika didekati dengan kekuatan bahasa cinta, mereka akhirnya luluh juga.
“Dilatih, perilaku baik itu perlu dilatih. Yok kita begini dibicarakan setuju nggak? Yuk. Yang penting disentuh hatinya, bukan kekerasan fisiknya. Bahwa semua manusia memiliki perasaan, anak-anak juga. Itu bukan hanya teori, saya mempraktikkan. Intinya menghadapi anak modalnya hanya itu, dengan kekuatan cinta. Cinta pada kekuatan, bukan kekerasan,” pungkas Kak Seto.