Kivlan Idealkan Hadirnya Poros Baru Dari Koalisi NU-Muhammadiyah

Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Kivlan Zein/Foto: Dok. tobapos

Mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Kivlan Zein/Foto: Dok. tobapos

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Satu poros menuju Pimilihan Presiden (Pilpres) 2019 sudah mulai tegas wujud bentuknya sejak PDI Perjuangan mendeklarasikan Joko Widodo sebagai calon presiden yang diusungnya. Jauh sebelumnya, Partai Golkar, Partai NasDem, Partai Hanura dan Partai Persatuan Pembangunan. Selain kelima partai tersebut, ada dua partai baru yang juga telah mendukung Jokowi yakni Perindo dan PSI (Partai Solidaritas Indonesia).

Sementara Partai Gerindra, PKS, PAN, Demokrat, PKB dan PBB belum melakukan deklarasi untuk mencalonkan Presiden maunpun wakil presiden. Selain Keenam partai tersebut masih ada partai baru seperti Partai Berkarya dan Partai Garuda.

Menanggapi hal itu, Mantan Kepala Staf Kostrad Majyen (Purn) Kivlan Zen mengusulkan poros baru yang akan muncul di pilpres 2019 sebaiknya muncul dari koalisi NU-Muhammadiyah. Basis massa NU dan Muhammadiyah yang tergabung dalam tiga parpol seperti PKB, PAN dan PPP sangat mungkin mengusung calon presiden (capres) dan calon wakil preside (cawapres) sendiri.

Koalisi tiga parpol PKB, PAN dan PPP secara treshold sudah lebih dari 20 persen sebagai syarat pencapresan. Karena itu menurut Kivlan seharusnya tiga partai ini bisa memunculkan poros baru capres-cawapres dari perwakilan NU-Muhammadiyah. “Masak suara NU yang 60 juta dan Muhammadiyah yang 10 juta, dikasihkan ke orang lain. Bisa dipakai sendiri,” kata Kivlan, Jakarta, Jumat (9/3/2018).

Kivlan meyakini hal untuk nama capres atau cawapres pasti ada. Sebab, kata dia, di internal NU muncul nama Muhaimin Iskandar dan di Muhammadiyah misalnya ada nama Din Syamsuddin. Munculnya koalisi capres dan cawapres dari NU-Muhammadiyah ini sehingga ada tiga koalisi di pilpres 2019. Pertama koalisi pendukung Jokowi, dengan lima parpol, PDIP-Golkar-Nasdem-PPP dan Hanura ditambah PSI dan Perindo.

Kemudian koalisi pendukung Prabowo dari Gerindra dan PKS yang sudah mencapai treshold 20 persen dan koalisi dari parpol berbasis NU-Muhammadiyah dengan parpol PKB-PAN dan PPP. Dengan demikian, kata dia, Prabowo yang treshold nya sudah cukup dengan Gerindra dan PKS 20 persen, tidak head to head dengan Jokowi.

Kivlan menegaskan bahwa, masyarakat semakin memiliki banyak pilihan dengan ada poros-poros tersebut. Persoalan PPP sudah deklarasi ke Jokowi. Menurutnya PPP sebagai partai berbasis massa NU-Muhanmadiyah setuju dengan koalisi ini. “PPP sebagai salah satu partai berbasis NU-Muhammadiyah harus miliki kebanggaan dengan adanya koalisi ini. Masih sangat bisa menurutnya PPP tertarik dan ikut bertarung dalam satu koalisi sendiri,” ungkapnya.

Peewarta: M. Yahya Suprabana
Editor: Achmad S.

Exit mobile version