
NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Mantan Kepala Staf Kostrad ABRI Kivlan Zen gugat Wiranto dan Jaksa Agung ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) terkait dugaan penyelewengan dana pembentukan PAM Swakarsa tahun 1998. Gugatan Kivlan diserahkan ke PN Jaksel pada Selasa (3/9/2019) lewat pengacaranya Julianta Sembiring dengan nomor 735/PdL.Ca/2009/PN-Jkt.Sel /Tanggal 3 September 2019.
Saat dihubungi NUSANTARANEWS.CO, pengacara Kivlan Zen, Tonin Tachta Singarimbun menjelaskan kliennya menggugat keduanya karena merasa dibohongi dan dirugikan atas pembentukan PAM Swakarsa. Dimana Wiranto saat itu menjadi Panglima TNI.
“Pak Kivlan sekarang menggugat Jaksa, kenapa tidak dilanjutkan pengusutan terhadap Wiranto (terkait dana 10 miliar untuk pembentukan PAM Swakarsa)? Gugatan Pak Kivlan tadi baru dimasukkan sekitar jam 11 atau jam 10-an tadi,” kata Tonin melalui sambungan telpon.
Baca Juga: Kuasa Hukum Kivlan Zen: Penangkapan Polisi Terhadap Kliennya Ilegal
Tonin menjelaskan, tahun 1999 Bulog mengeluarkan uang negara, kurang lebih sebesar 57 miliar. Dana itu dipergunakan untuk beberapa keperluan, diantaranya untuk mendanai pembentukan Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa (PAM Swakarsa).
Waktu itu pada 4 November 1998, Wiranto menyuruh Kivlan Zen untuk membuat PAM Swakarsa yang menghabiskan 8 miliar. Namun kenyatannya Kivlan Zen tidak menerima uang pengganti yang sudah dijanjikan Wiranto.
“Pak Kivlan yang menanggung semuanya. Habis sekitar 8 miliar. Pak Kivlan menagih kepada Pak Habibie dua kali, Pak Habibie bilang, ‘Panglima sudah saya kasih lewat Bulog lewat Wiranto’. Pak Kivlan terus menagih-nagih, tapi gak jelas-jelas. Sekarang digugat ke Jaksa Agung supaya Jaksa Agung memberikan penjelasan,” ujar Tonin.
Ia mengatakan terkait kasus dana 10 miliar yang diterima Wiranto dari dana non budgeter Bulog , pada tahun 2002 Jaksa Agung telah memutuskan masuk menjadi dakwaan. Namun entah mengapa kasus itu tidak ditindak lanjuti lagi.
“Wiranto itu sudah didakwa oleh Jaksa pada tahun 2002, disebutkan di situ Wiranto menjadi kaya dalam dakwaan tersebut. Di dalam surat putusan tersebut jelas ada 10 miliar diterima sebanyak dua kali (oleh Wiranto), pada 3 Juni 1999 dan 3 September 1999,” kata Tonin.
“Oleh Jaksa itu sudah dimasukkan menjadi dakwaan. Nah siapa yang menerima uang negara? Itu kan harus dituntut,” jelasnya.
Sekarang lanjut Tonin, kliennya merasa dirugikan oleh Jaksa yang tidak melanjutkan kasus tersebut. Menurut dia, harus dibuktikan 10 miliar yang diterima Wiranto itu untuk apa? Apakah untuk PAM Swakarsa? Apakah untuk yang lain?
“Kalau untuk PAM Swakarsa, sampai gak uangnya itu? Kalau sampai, berarti Wiranto dibebaskan. Tinggal Pak Kivlan yang menuntut kan?” ujarnya.
Untuk itu dalam gugatan kali ini, Kivlan Zen mendesak agar Jaksa menindak lanjuti kasus tersebut. Menurutnya hal itu sudah menjadi tugas Jaksa. Kalau Jaksa tidak bersedia, Tonin mengatakan, pihaknya akan melaporkan ke KPK.
“Kenapa tidak dilanjutkan? Kalau memang itu uang benar, gak ada korupsinya, ya udah penggunaannya untuk apa? Misal penggunaannya untuk PAM Swakarsa, berarti Pak Kivlan harus terima kan? Nah itu di dalam gugatan tersebut,” tandasnya.
Pewarta: Romadhon