NusantaraNews.co, Jakarta – Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita berencana terapkan kebijakan dimana ritel-ritel modern boleh salurkan barang ke warung-warung tradisional mulai Oktober 2017 mendatang. Alasannya agar warung memperoleh harga yang murah karena langsung memperoleh barang dari distributor besar.
Rencana kebijakan Mendag tersebut mendapat kritik dari gerakan koperasi bersama seluruh elemen masyarakat sipil. Gerakan ini terdiri dari 10 elemen masyarakat sipil yakni Firdaus Putra (Direktur Kopkun Institute, Purwokerto), Untari Bisowarno (Ketua Koperasi Setia Budi Wanita, Malang), Sharmila (Ketua INKOWAPI, Jakarta), Dr. Walid (Ketua Pusat Koperasi Konsumen Anugerah Damandiri Sejahtera/Puskopen ADS, Semarang), Ilham Nasai, (Ketua Lembaga Studi dan Pengembangan Perkoperasian Indonesia/LSP2I, Jakarta), Agung Sudjatmoko (Ketua Harian Dewan Koperasi Indonesia/DEKOPIN, Jakarta), Henut Hendro dan Khairul Bakrie (PC Bidang Ekonomi Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia/FSPMI, Bekasi), Slamet Fitriono (PC Serikat Pekerja Automotive Mesin dan Komponen (SPAMK) FSPMI, Bekasi), Rofi Mustaghfiri (Anggota Kopma UNY, Yogyakarta), dan Pendi Yusup Muchtar e (Ketua Umum KOPERASI PEMUDA INDONESIA).
Gerakan koperasi bersama tersebut menilai, dampak kooptasi melalui dominasi jalur distribusi ritel modern ke warung tradisional yakni terjadinya capital out flow besar-besaran dari pasaran rakyat ke pasaran modern. Yang artinya sama dengan terjadinya capital out flow dari desa ke kota (Pusat) karena ritel-ritel pemasok merupakan pengusaha besar nasional.
Baca: Stop Kooptasi Warung Rakyat Melalui Dominasi Distribusi Ritel Modern
“Makin terkonsentrasinya modal di Pusat yang justru akan semakin memperlebar ketimpangan ekonomi yang terjadi di Indonesia sekarang ini,” kata salah satu elemen masyarakat sipil, Firdaus Putra, Kamis (28/9/2017).
Selain itu, kata Firdaus, secara jangka panjang, kopptasi tersebut akan menghilangkan keragaman produk di pasaran rakyat karena skema distribusi menuntut efisiensi pengadaan produk.
“Terjadi monopoli pasar oleh beberapa pengusaha ritel besar karena kapasitas jalur distibusinya dan hal itu melanggar UU Persaingan Usaha,” sebut Firdaus.
Monopoli pasar dan konsentrasi modal, tambahnya, secara jangka panjang akan membuat swadaya dan kemandirian lokal menjadi hilang. Usaha rakyat sebagai benteng-benteng ekonomi lokal tergerus dan dapat terpengaruh langsung oleh fluktuasi ekonomi global akibat kooptasi jalur distribusi.
“Kooptasi yang terjadi juga bisa mematikan koperasi-koperasi yang menyelenggarakan ritel sebagai bentuk ekonomi kolektif yang hidup di masyarakat,” terang Firdaus.
Sekadar informasi, untuk kebijakan tersebut, menurut pantauan gerakan koperasi bersama seluruh elemen masyarakat sipil, Mendag rencananya akan menggandeng peritel besar seperti Alfamart, Indomaret dan Hypermart yang jaringan gerainya tersebar dimana-mana.
Pewarta/Editor: Ach. Sulaiman