Kau yang Pergi
Ada berbagai rasa yang membekas kekal dalam dada
Berdetak di palung sunyi
Pada putaran hidupku yang tak ada tujuan pasti
Tak kala kau berlarian dalam kelopak mata
Hingga memaksaku untuk meneteskan
Darah luka yang silam, agar
Kembali terkenang dalam keabadian
Silahkan kau hujam tubuhku
Dengan beribu mimpi yang pedih
Hingga tak ada lagi kebahagiaan
Kendati hanya sebatas bayang-bayang kelam
Yang merebah pulas di pangkuan ingatan
Annuqayah, 2020
Nyanyian Rindu
Sungguh getir aku mengenang rintih senyummu kala hujan
Tentang siapa yang akan paham
Akan kesaksian hati
Terhadap apa yang terjadi sebab belati
Pada gerimis yang kesekian kali
Ada berbagai rasa yang curam
Yang tak kuasa ku hempas dari ingatan
Namun senyummu tetap merekah bagai delima
Selalu tumbuh ranum dalam dada
Wahai gadis berbingkai purnama
Terangilah jiwaku yang telah kelam
Agar alunan sajakku tak salah menghias malam
Adakah kau surga yang aku kenal
Dari kitab-kitab cinta nan kusam terlerai dalam angan
Pada waktu yang telah usai
Terhempas gelombang
Ketepi penderitaan
Annuqayah, 2020
Hikayat Rindu
Kekasih,
Betapa ribuan rindu harus aku punguti saban hari
Sebab desau angin yang membelai sampai ke samping telinga
Mampu mengugurkan daun-daun kenangan
Dari ranting penderitaan panjang malamku
Kekasih,
Sekarang bukan lagi musim kemarau
Mengapa dadaku masih saja gersang
Akan kebahagiaan
Yang tak pernah datang menyertai hujan yang aku suguhkan
Sungguh ladang hatiku kian kering akan kerontang
Lantarkan kobar rembulan
Tak sanggup memancarkan
Sumber keindahan
Yang telah lama kelam
Di angan dengan tenang
Annuqayah, 2020
Jendela Masalalu
Ada yang lebih kencang berlari
Serupa kuda menghentak dalam hati
Kau dan sebungkus kenangan
Pulas tertidur dalam ingatan
Suara-suara menggema dalam dada
Nama kau paling nyaring senantiasa
Wahai, siapa yang lebih piawai meredam
Dari masa lalu yang terus lebam
Ketika segala ku tangkap dalam pandang
Menjelma kau sebagai kenang yang kekal dalam kening
Annuqayah, 2019
Kenangan Bisu
Senja yang menghias pada cakrawala
masih tetap elok dari biasanya
melukis candu di sungging senyummu dengan penuh manja
meski kau telah ambil seluruh keindahan ciptaan Tuhan
Dengan tersenyum pun kau bertahta di atas purnama
Tak banyak yang dapat ku angkat dari riang ke kenang
Sebab yang melekat adalah pendaritaan panjang
Dan di setiap senyum yang kau hidangkan pada pangdang
Terselip kisah pilu
memasung utuh,
Di hatiku yang kian rapuh
Annuqayah, 2020
Putih & Abu-Abu
Pada waktunya semua yang indah akan berubah
Langit yang biru akan kelabu
Lantaran yang terang akan hilang, maka
Bagaimnapun kisah akan usai
Tertelan masa menjadi kenangan
Dan aku hanyalah air yang mengalir pada takdir
Yang hanyut pada arus waktu dari hulu ke hilir
Namun jejakku tak pernah kering dalam ingatan
Karna pada jejakku itu
Ada ragam keindahan
Yang kusatu-padu
Pada busana berwarna putih- dan abu-abu
Yang selamanya takkan mampu dikikis waktu
Annuqayah, 2019
Tentang penulis
Hosnor Rofiq, nama pena sekaligus nama kelahirannya yang ditetapkan di Sumenep pada tahun 2002, dan merupakan siswa kelas akhir MA 1 Annuqayah sekaligus santri PPA. Daerah Lubangsa. masih terlalu pandir dalam dunia sastra, namun tetap mencoba dalam komunitas yang digelutnya; PERSI.