NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Staf Ahli Menkominfo Henri Subiakto mengungkapkan, teknologi pada masa sekarang ini ibarat perpanjangan dari hidup manusia. Pasalnya, menurut Henri, generasi milenial seperti tidak bisa hidup tanpa teknologi atau perangkat seperti HP di tangannya.
“Hanya 7 menit kita bisa pisah (dengan HP), tapi lebih lama kita akan mencari cari itu. Sekarang karena ini bagian dari kehidupan masyarakat, apapun harus melalui teknologi digital,” ungkapnya dalam diskusi bertema ‘Teknologi Digital dan Cyber Crime dalam Media Online’ yang diselenggarakan oleh Ikatan Wartawan Online (IWO) di Hotel Puri Mega, Jakarta Pusat, Sabtu (9/9/2017).
Henri mengatakan, semua kabar, apalagi yang menjadi topik yang sedang tren, berasal dari media online ataupun media sosial dan bukan dari media massa seperti televisi.
“Kalau dulu mass communication, kalau sekarang komunikasi yang menjangkau banyak orang melalui self to self,” ujarnya.
Menurut Henri, banyaknya orang yang mengakses berita dari media online dikarenakan kecepatan yang dimiliki media online dan tidak dimiliki oleh media cetak ataupun televisi.
“Ada media online yang cepat sekali naik, kalau dulu detik, disalip Tribun karena dia banyak dimana-mana mereka punya buser.
Sementara media televisi, Henri menambahkan, saat ini sepertinya lebih banyak diisi oleh adegan-adegan drama ketimbang berita.
Sementara itu, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Letjend (Pur) Agus Widjojo mengungkapkan, Ikatan Wartawan Online (IWO) memiliki peran untuk mencerahkan publik mengenai berita yang benar dan menjadi garda terdepan dalam menangkal berita bohong atau hoax.
Menurut Agus, membaca berita dan cerita dari media sosial merupakan tren yang menjadi kebutuhan masyarakat pengguna media sosial saat ini, namun masyarakat harus bisa menilai dari kebenaran berita tersebut agar tidak terpengaruh dengan berita hoax yang menebar kebencian.
Agus mengatakan, kini masyarakat harus punya kapasitas menangkal berita kebencian dan hoax.
“Bagi publik, secara umum untuk menilai informasi itu ada dua aspek yang bisa dinilai, pertama melihat sumber berita tersebut, apakah sumber itu kredibel atau informasi tersebut pernah didengar sebelumnya,” ujar Agus.
Agus menjelaskan, ada dua aspek yang dinilai bisa dinilai bahwa informasi yang diterima itu patut diduga benar atau tidak. “Pertama adalah memastikan kredibilitas sumber berita,” sebutnya.
Kedua, lanjut Agus, bersikap kritis terhadap konten berita dengan mengeceknya dari sumber-sumber berita lainnya.
“Bila informasi yang diterima, publik harus kritis dan bertanya apakah logis atau tidak. Logis apa tidak jika info ini saya terima. Jika tidak logis, maka patut dipertanyakan terhadap berita seperti ini,” ujarnya.
Menurut Agus, ada poin yang perlu ditingkatkan untuk memberikan efek jera bagi mereka yang menyebarkan berita kebencian, selain dari segi penegakan hukumnya.
“Yang pertama, teknologi bisa sebanding dengan kompetensi, teknologi mereka yang menyebarkan hoax, di samping itu penegakan hukum harus kongkrit dan bisa diukur untuk mengatakan siapa yang melanggar dan harus ditindak,” katanya. (ed)
(Editor: Eriec Dieda)