Politik

Kemajemukan Bisa Menjadi Kekuatan Bila Dimiliki Bersama

Kemajemukan bisa menjadi kekuatan bila dimiliki bersama
Kemajemukan bisa menjadi kekuatan bila dimiliki bersama. Foto: Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian.

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kemajemukan bisa menjadi kekuatan bila dimiliki bersama. Bangsa Indonesia sudah ditakdirkan oleh Tuhan  menjadi bangsa yang majemuk. Bangsa yang plural, banyak suku dan etnis. Ini merupakan modal penting kemajuan bangsa. Karena itu, kemajemukan wajib di rawat. Wajib dijaga.

Hal tersebut dikatakan Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian saat jadi pembicara dalam acara Rakornas Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) bertajuk ”Peningkatan dan Penguatan Peran Pemda dalam Pemberdayaan FKUB” yang digelar secara virtual di Hotel Aston Kartika, di Jakarta, Selasa (3/11).

Menurut Mendagri, kemajemukan bisa jadi kekuatan jika semua elemen bangsa ini mampu membuatnya menjadi community belonging atau menjadi suatu yang dimiliki bersama. Tapi sebaliknya jika semua menganggap itu  tidak perlu dirawat maka yang terjadi adalah command difference. Yang terjadi adalah perbedaan antara satu yang berbeda dengan yang berbeda lainnya, baik suku, ras dan lain-lain. Sehingga keberagaman itu justru bisa menimbulkan potensi konflik.  Memicu perpecahan bangsa.

“Nah dalam konteks sebagai bangsa kita juga bukan pada ruang vakum. Indonesia di tengah dinamika global ini adalah bagian dari dinamika itu sendiri, baik itu dinamika politik, ekonomi, sosial global, budaya, yang  sekarang membentuk arus yang disebut globalisasi, dimana dunia adalah kampung kecil, global village yang dengan mudah bisa terkoneksi dengan adanya kemajuan cepat revolusi dalam teknologi informasi yang merupakan revolusi yang merubah gelombang ke tiga urusan manusia, teknologi transformasi dan komunikasi,” tutur Tito.

Jadi, sambungnya, jangan menganggap kerukunan itu sesuatu yang take for granted. Tapi kerukunan harus dirawat. Sebab betapa mahalnya kerukunan keagamaan ketika terjadi konflik yang dilatarbelakangi unsur keagamaan. Mendagri mencontohkan pahitnya konflik yang pernah terjadi di Ambon, Poso dan lainnya.

Baca Juga:  Berpihak Industri Padat Karya SKT, Pekerja MPS Tuban Pilih Cagub Khofifah

“Nah oleh karena itu, saya melihat bahwa hanya sekedar mengingatkan bahwa kerukunan beragama itu harus kita rawat, itu poin terpenting. Kerukunan ini harus kita rawat, jangan sesuatu yang take for granted dan kita menghadapi problema yang sangat dinamis saat ini, ada demokratisasi yang membuat ruang kebebasan lebih luas, orang bebas menyampaikan pendapat, orang bebas  menangkap derasnya arus ideologi-ideologi yang mungkin tidak paralel dengan ideologi Pancasila,” katanya.

Oleh karena itu, salah satu upaya yang dilakukan, kata Mendagri,   adalah dengan memperkuat upaya-upaya preventif. Upaya preventif untuk mendeteksi ata mencegah sedini mungkin kemudian menyelesaikan potensi konflik yang muncul. Misalnya yang berasal dari masalah keagamaan

“Saya melihat bahwa FKUB memegang peranan yang sangat penting, karena FKUB merupakan suatu forum koordinatif antar agama yang memang sudah keniscayaan. Nah ini yang perlu kita dorong terus menerus agar FKUB ini tidak pasif tapi lebih proaktif, proaktif untuk mendeteksi. Proaktif untuk melakukan pemetaan potensi gangguan,” ujarnya.

Kata Mendagri, FKUB juga mesti proaktif untuk mencari solusi dan mediasi. Meredam sambil membangun nilai-nilai kerukunan. Termasuk menggaungkan implementasi nilai local wisdom yang telah dimiliki bangsa ini. Kearitan lokal yang sudah diwarisi dan ditemukan oleh pendiri bangsa ini, yaitu Pancasila. Sehingga Pancasila jadi solusi. Pun soal demokrasi, harus juga mengarah kepada demokrasi yang Pancasila.

“Dalam rangka memperkuat FKUB ini kita melihat dari segi kelembagaan hanya tinggal 4 kabupaten atau kota yang belum memiliki FKUB, yaitu di kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten pesisiran Selatan. Saya minta tolong kepada kepala dinas kantor agama, nanti saya juga akan berbicara dengan bapak Gubernur Sumbar, ini tolong yang dua (kabupaten) ini kalau memang belum, mudah-mudahan data saya salah, kalau belum ini segera tetap dibentuk. Kemudian kita lihat di Papua juga ada dua, yaitu Kabupaten Puncak Jaya dan Kabupaten Nduga, ini juga perlu untuk segera dibentuk lembaganya,” katanya.

Baca Juga:  Kemenangan Pilgub Di Depan Mata, Relawan Gen Z Jawa Timur Ajak Kawal Suara Khofifah-Emil di TPS

Sebab, kata Mendagri kalau lembaganya belum terbentuk bagaimana mau kerja mendeteksi potensi konflik dan menjaga kerukunan. Jadi lembaganya dulu harus ada. Jika lembaganya sudah ada, baru memikirkan bagaimana mesin lembaga itu bisa bergerak.

“Mesin ini bisa bergerak otomatis darah yang utama itu adalah keinginan kemauan dan komitmen dari para pengurusnya. Memilih pengurus yang tepat dalam arti memiliki komitmen terhadap NKRI, Pancasila, kerukunan, dan lain-lain. Jangan sampai FKUB dibajak oleh mereka yang intoleran, itu yang penting,” ujarnya.

Kemudian yang lain adalah anggaran, kata Mendagri.  Untuk anggaran ini Kemendagri sudah membuat surat edaran tahun 2017. Surat edaran ini diterbitkan, karena Kemendagri sangat menyadari setelah tahun 2006, ada peraturan bersama menteri.

“Mohon maaf ada FKUB yang aktif, ada FKUB yang tidak aktif.  FKUB yang aktif umumnya adalah FKUB yang dibiayai dengan dana hibah dari pemerintah daerah. Kemudian FKUB yang tidak dibiayai bisa jalan kalau dibiayai sendiri tapi juga banyak yang tidak jalan karena tidak adanya anggaran. Ini karena semua kegiatan tersebut perlu dilakukan secara terus-menerus. Evaluasi terus-menerus. Nah kita melihat misalnya disini data APBD 2019-2020 itu yang tertinggi itu adalah di Kalteng dan Sulteng, itu tiap provinsi menganggarkan untuk FKUB-nya cukup besar,” katanya.

Baca Juga:  Kunjungi Ngawi, Cagub Luluk Janjikan Kesejahteraan Petani

Mendagri berharap, dengan anggaran yang besar ada langkah-langkah proaktif, komunikatif, dan koordinatif dari FKUB. Termasuk FKUB rajin turun ke bawah menyelesaikan masalah sejak dini. Karena kalau masalah sejak dini bisa ditangani maka makin dini makin baik hasilnya.

“Jangan sampai sudah meledak baru ditangani, tapi yang lain variatif bahkan banyak yang nol, diantaranya adalah misalnya provinsi Babel, dua tahun nol tidak memberikan anggaran untuk FKUB. DIY, Provinsi Papua, nol. Yang lainnya kami melihat kecil. Yang  nilainya di atas 1 miliar itu Sumut, DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Banten, Bali, NTB, yang tertinggi adalah kalteng dan Sulteng serta Sulsel juga diatas 1 milyar. Yang lain-lain memang kami melihatnya angkanya kecil-kecil tidak terlalu besar, tidak maksimal,” kata dia.

Padahal, lanjut Mendagri, FKUB adalah forum yang sangat penting. Bahkan  satu-satunnya forum para pimpinan atau tokoh-tokoh agama yang bisa menyelesaikan masalah agama. Paling utama adalah yang mengerti tentang agama itu sendiri, di samping ada forum yang lain seperti Forkopimda, Tim Terpadu Penanggulangan Konflik Sosial.

“Sehingga yang efektif yang masih kuat yang efektif betul di lapangan untuk menjaga potensi mencegah potensi intoleransi dan gangguan kerukunan umat beragama itu paling utama Forkopimda, baru yang kedua FKUB, itu pun kalau FKUB-nya jalan. Nah oleh karena itulah kami kemudian selain mengeluarkan surat yang tadi tahun 2017 kami juga  melakukan koordinasi dengan bapak Menag, dengan bapak Wapres, kemungkinan rencana untuk pembentukan FKUB tingkat nasional di samping itu penekanan kembali kepada daerah-daerah untuk memberikan pembiayaan kepada FKUB,” kata Mendagri. (ed. Banyu)

Sumber: Puspen Kemendagri

Related Posts

1 of 3,050