Keimigrasian Sudah Terima Surat Permintaan Perpanjangan Pencegahan Setya Novanto

ILUSTRASI KPK VS Setya Novanto. (Foto: NusantaraNews/E.Dieda)

ILUSTRASI KPK VS Setya Novanto. (Foto: NusantaraNews/E.Dieda)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen Imigrasi Kemenkumham) mengaku sudah menerima surat permintaan perpanjangan pencegahan terhadap Ketua DPR RI Setya Novanto ke luar negeri dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Kami telah menerima permohonan pencegahan ke Luar Negeri atas nama Setya Novanto jabatan Ketua DPR RI, hari ini tanggal 2 Oktober 2017,” tutur Kabag Humas dan Umum Ditjen Imigrasi, Agung Sampurno saat dikonfirmasi oleh wartawan di Jakarta, Selasa, (3/10/2017).

Kata Agung permintaan perpanjangam pencegahan untuk periode enam bulan ke depan. Pencegahan ini terkait proses penyidikan oleh KPK pada kasus tindak pidana korupsi dalam pengadaan e-KTP (Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik) TA 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Untuk diketahui, Setya Novanto merupakan tersangka kasus korupsi pengadaan e-KTP TA 2011-2012 di Kemendagri. Ia diduga telah menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya terkait proyek e-KTP.

Setnov melalui Andi Agustinus juga diduga memiliki peran baik dalam proses perencanaan, pembahasan anggara di DPR dan pengadaan barang dan jasa dalam proyek e-KTP.

Selain itu Setnov melalui Andi Agustinus juga diduga mengondisikan peserta dan pemenang pengadaan barang dan jasa e-KTP. Sebagaimana terungkap fakta persidangan, korupsi e-KTP ini diduga sudah terjadi sejak proses perencanaan yang terjadi dalam dua tahap, penganggaran dan pengadaan barang dan jasa. Akibatnya, keuangan negara dirugikan sekitar Rp 2,3 triliun dari paket pengadaan senilai Rp 5,9 triliun.

Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Setnov disangkakan melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat (1) UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Tak terima dengan penetapan tersangka tersebut, Ketua Umum Partai Golkar itu pun memutuskan untuk melawan KPK. Setnov mengajukan gugatan praperadilan terhadap KPK ke PN Jaksel.

Hakim Tunggal PN Jaksel, Cepi Iskandar pun mengabulkan sebagian permohonan praperadilan Setnov. Dalam pertimbangannya, Cepi menyebut penetapan tersangka terhadap Setnov tidak sah karena tidak sesuai dengan KUHAP, Undang-undang KPK dan SOP KPK itu sendiri.

Reporter: Restu Fadilah
Editor: Romandhon

Exit mobile version