NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kasus dugaan penganiayaan yang dialami aktivis perempuan Ratna Sarumpaet pada 21 September 2018 lalu di Bandung, mendapat perhatian dari salah satu tokoh pers Indonesia, Jus Soema Di Pradja. Menurut mantan wartawan Indonesia Raya dan harian Kompas itu, dugaan kekerasan yang ditujukan kepada Ratna Sarumpaet, mengingatkannya pada cara cara Orde Lama.
“Itu cara cara di era Orde lama. Menggunakan massa untuk melakukan kekerasan, adu domba,” ungkap Jus Soema Di Pradja kepada kantor berita online nasional Nusantaranews.co, Selasa (2/10/2018).
“Contoh Novel Baswedan sampai hari ini tidak berhasil ditemukan pelakunya,” sambungnya.
Sehingga, dalam kasus penganiayaan terhadap Ratna Sarumpaet, Jus Soema membandingkan model skenario yang diperagakan antara Orde Lama dengan Orde Baru. Dirinya menjelaskan, “Kalo cara Orba (Orde Baru) lain lagi, dengan cara main dor atau yang dikenal Petrus singkatan penembak misterius,” ujarnya.
Mantan wartawan era tahun 60-70-an itu mengaku situasi sekarang sudah menghawatirkan. “Keadaan sudah super super krisis,” jelasnya.
Sebagai wartawan senior yang pernah mendapat perlakukan represif dari penguasa, Jus Soema memberikan semangat dan dorongan moril kepada Ratna Sarumpaet. Ia berpesan kepada Ratna Sarumpaet untuk tetap melawan serta terus berjuang dan pantang mundur.
“Walaupun itu resiko buat aktivis. Bukan berarti kita surut dalam berjuang. Harus kita hadapi. Hanya satu kata lawan,” tegas dia.
Sebelumnya, Ratna Sarumpet dikabarkan dihajar oleh tiga orang tak dikenal pada tanggal 21 September 2018 di sekitar Bandara Husein Saatranegara, Bandung. Kronologisnya, saat itu, malam hari seusai acara konfrensi dengan peserta beberapa negara asing di sebuah Hotel, Ratna naik taksi dengan peserta dari Sri Lanka dan Malaysia.
Ia sebetulnya mengaku agak curiga saat tiba-tiba taksi dihentikan agak jauh dari keramaian. Namun, saat dua temannya dari luar negeri itu turun dan berjalan menuju Bandara, Ratna ditarik tiga orang ke tempat gelap, dan dihajar habis tiga orang. Ia diinjak perutnya. Setelah dihajar ia dilempar ke pinggir jalan aspal, sehingga bagian samping kepalanya robek.
Menurut Ratna Sarumpaet, saat itu kejadiannya sangat cepat sehingga ia sulit mengingat bagaimana urut-urutan kejadiannya, karena semua begitu cepat. Dirinya mengaku masih sedikit sadar saat ia kemudian dibopong sopir taksi dan dimasukkan ke dalam taksi. Oleh sopir taksi dirinya kemudian diturunkan di pinggir jalan di daerah Cimahi.
Dengan sisa tenaga tertatih-tatih, Ratna mencari kendaraan untuk ke Rumah Sakit di Cimahi. Lalu ia menelpon temannya yang seorang dokter bedah, akhirnya ia ditangani kawannya di sebuah Rumah Sakit. Ia mengaku memilih tutup mulut karena masih trauma atas kejadian yang menimpanya. Sebelum akhirnya pada Minggu, 30 September 2018 kemarin ia memanggil Fadli Zon untuk ke rumahnya dan bercerita.
Atas kasus yang dialami Ratna Sarumpaet, Prabowo Subianto dalam jumpa pers Selasa malam (2/10/2018) di kediamannya, di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan mengaku akan melaporkan dugaan tindakan kekerasan yang menimpa anggota tim kampanyenya itu kepada Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian.
“Saya kaget dikirim foto tadi malam. Baru hari ini saya jumpa beliau dan beliau sangat ketakutan,” ujar Prabowo.
Prabowo menyebut dugaan tindakan penganiayaan itu sebagai tindakan yang pengecut. Sebab hal itu dilakukan terhadap perempuan berusia 70 tahun, yang hanya vokal dalam memperjuangkan demokrasi.
Editor: Romadhon