NusantaraNews.co, Jakarta – Akibat pelaksanaan proyek e-ktp tidak profesional dan sarat akan praktik Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), di mana konsorsium pemenang proyek tersebut telah melakukan permufakatan jahat dalam proses perencanaan, penganggaran dan pelaksanaanya, sehingga negara dirugikan baik dari sisi keuangan, keamanan negara, maupun dari sisi terhambatnya program digitalisasi administrasi kependudukan, Gerakan Pribumi Indonesia (Geprindo) berpendapat agar para pelaku KKN proyek e-ktp di hukum mati karena sudah merupakan kejahatan korupsi luar biasa.
“Hukuman mati kasus korupsi di atur dalam undang-undang Tindak Pidana Korupsi No 31 tahun 1999 pasal 2,” tegas Presiden Geprindo, Bastian P Simanjuntak
Kejahatan korupsi e-KTP, kata Bastian, merupakan kejahatan yang luar biasa. Sebab, selain melakukan mark up biaya dalam jumlah besar senilai 2,3 trilun dan prosentasinya hampir 100% dari biaya proyek yang sesungguhnya, juga mengakibatkan bocornya data-data kependudukan Indonesia di luar negeri akibat bunuh dirinya Johannes Merliem di Amerika Serikat yang diduga menyimpan ratusan juta data penduduk Indonesia.
“Kasus Marlin yang jika diusut oleh FBI maka secara otomatis hardisk tempat menyimpan data-data kependudukan indonesia dan berisi rekaman rapat-rapat pejabat negara, pengusaha, yang terlibat dalam proyek e ktp dibuka oleh FBI. Kemudian menyangkut chip e-ktp yang di supply oleh Oxcel System yang tidak sesuai dengan pesanan pemerintah juga mengakibatkan gagalnya program pemerintah untuk mendigitalisasi KTP Indonesia,” jelasnya.
Jika pemerintah Jokowi, lanjutnya, tidak dianggap gagal mengawal pemberantasan KKN yang diusung mahasiswa pada reformasi 98, maka presiden harus tegas dan terus mendorong bahkan menguatkan KPK, kejaksaan, kehakiman untuk menuntaskan kasus-kasus korupsi yang masih saja terjadi pasca reformasi dengan hukuman berat atau hukuman mati.
“Jika melihat upaya pemberantasan korupsi sekarang ini, kami sangat pesimis pemerintah Jokowi mempunyai tekad yang kuat untuk memberantas KKN di Indonesia, padahal masyarakat sudah paham, yang menjadi penyebab hancurnya negara kita yang berakibat disintegrasi bangsa adalah akibat KKN sebelum reformasi. Pemerintah Jokowi seperti tidak menganggap penting cita-cita suci reformasi 98 untuk memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya,” terang Bastian.
Menurut Bastian, Geprindo tengah menangkap sinyal-sinyal bahwa pemerintah Jokowi memaksa rakyat untuk menerima persepsi bahwa saat ini kita lebih baik mengedepankan pembangunan dan stabilitas daripada menuntaskan kasus-kasus yang bisa mengganggu pembangunan nasional.
“Berkali-kali kami menyaksikan salah satu menko mengancam agar oposisi tidak mengkritik pemerintah secara tersirat menko tersebut mengatakan agar para oposisi diam saja karena mereka toh pernah merasakan uang KKN. Perilaku seperti ini sangat bertentangan dengan semangat reformasi 98 dan tidak boleh di ucapkan oleh seorang menteri yang sedang berkuasa,” tegas Bastian.
“Demikian juga halnya ketika kami melihat begitu harmonisnya hubungan antara pemerintah dengan setya novanto salah satu pelaku tersangka korupsi e ktp. Hal ini menimbulkan kesan bahwa pemerintah tidak perduli dengan status seseorang yang sedang terlibat korupsi diduga demi kepentingan politik menjelang pemilu 2019,” imbuhnya.
Editor: Ach. Sulaiman