MancanegaraPolitik

Kampanye “Pembangkangan Sipil” Sudan Diposting di Facebook

kampanye pembangkangan sipil
Kampanye pembangkangan sipil Sudan/Foto: Reuters

NUSANTARANEWS.CO – Kampanye “Pembangkangan Sipil” telah diposting di halaman Facebook dari oleh kelompok-kelompok yang berafilisasi dengan Asosiasi Profesional Sudan (SPA). Bunyi postingan tersebut: “Pada hari Minggu, 14 Juli, pembangkangan sipil dan perlawanan politik skala penuh di Khartoum dan di semua provinsi akan diadakan.”

Seperti diketahui, SPA telah memprakarsai protes besar pada bulan Desember yang akhirnya membuka jalan bagi tentara untuk menggulingkan presiden lama Omar al-Bashir pada bulan April.

Dalam situasi instabilitas politik akibat kudeta para jenderal tersebut, para pemimpin protes yang kecewa mulai melancarkan kampanye pembangkangan sipil serupa pada 9 Juni yang melumpuhkan seluruh negara – namun aksi tersebut dihentikan setelah Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed melakukan mediasi.

Aksi pembangkangan sipil tersebut dilakukan setelah aparat keamanan melakukan tindak kekerasan pada 3 Juni di kamp-kamp pengunjuk rasa di ibukota Khartoum yang menewaskan seratus orang lebih – yang didahului dengan pemadaman jaringan internet. Tapi tindakan kekerasan itu tidak berhasil mencegah kerumunan besar masa pria dan wanita, meneriakkan slogan-slogan yang menuntut “pemerintahan sipil” yang membanjiri jalan-jalan Khartoum, kota kembar Omdurman dan kota-kota kecil lainnya, lapor koresponden dan saksi mata AFP.

Baca Juga:  Silaturrahim Kebangsaan di Hambalang, Khofifah Sebut Jatim Jantung Kemenangan Prabowo-Gibran

Pasukan keamanan dikerahkan secara massal di alun-alun utama Khartoum, menembakkan gas air mata di beberapa daerah termasuk para pengunjuk rasa yang berusaha mencapai kawasan istana di ibukota.

Kantor berita resmi SUNA mengutip seorang pejabat kementerian kesehatan dan polisi yang mengatakan 10 orang tewas dalam kekerasan terkait protes sejak hari Minggu dan lebih dari 180 lainnya terluka, termasuk 27 orang terluka oleh tembakan peluru tajam.

Komite dokter yang terkait dengan gerakan protes mengatakan lima pengunjuk rasa tewas pada hari Minggu, empat dari mereka di Omdurman, di seberang Sungai Nil dari Khartoum. Beberapa orang lagi terluka parah oleh tembakan yang dilancarkan oleh satuan khusus “dukungan gerak cepat” paramiliter bentukan dewan jenderal yang ditakuti oleh para pengunjuk rasa.

Sepuluh orang yang tewas termasuk tiga pria yang mayatnya berlumuran darah ditemukan pada hari Senin di Omdurman di mana protes diadakan sehari sebelumnya. Komite dokter melaporkan bahwa ketiga pria itu telah “disiksa” sebelum dibunuh. Polisi mengkonfirmasi penemuan ketiga mayat itu.

Baca Juga:  BRICS: Inilah Alasan Aliansi dan Beberapa Negara Menolak Dolar

Para pemimpin pengunjuk rasa menyalahkan para jenderal atas pertumpahan darah yang terjadi pada hari Minggu.

“Dewan militer sepenuhnya bertanggung jawab atas nyawa yang hilang ini,” kata pemimpin protes terkemuka Mohamed Naji al-Assam dalam sebuah video yang diposting di halaman Facebook-nya.

“Para pemrotes Sudan yang damai terpapar dengan kekerasan yang berlebihan, peluru tajam, dan pemukulan,” katanya.

Namun, ia menambahkan, “Sudan telah membuktikan bahwa mereka tidak akan mundur”.

Sebaliknya para jenderal pun menyalahkan gerakan protes atas kekerasan pada hari Minggu. Menuduh SPA menghasut para pengunjuk rasa untuk pergi ke Istana yang menyebabkan polisi terpaksa menggunakan gas air mata untuk membubarkan para pengunjuk rasa, kata Jenderal Jamal Omer dalam sebuah video yang diposting di halaman Facebook dewan militer yang berkuasa.

“Kebebasan dan Perubahan memikul seluruh tanggung jawab atas pelanggaran ini dan korban di antara pasukan reguler dan warga negara.”

Tensi ketegangan terus meningkat antara para pemimpin pengunjuk rasa dan para jenderal sejak serangan 3 Juni, ketika pasukan bersenjata dengan seragam militer menembaki para demonstran yang telah berminggu-minggu berkemah di luar markas tentara.

Baca Juga:  Marli Kamis Serahkan Formulir Bakal Calon Bupati Nunukan Ke Partai Demokrat

Menurut komite dokter, setidaknya 136 orang telah tewas sejak serangan itu, termasuk lebih dari 100 orang pada hari “pembantaian” itu.

Para jenderal bersikeras mereka tidak memerintahkan pembubaran, tetapi mengakui ada “ekses” setelah perintah diberikan untuk membersihkan daerah terdekat yang diduga merupakan markas bagi pengedar narkoba.

Sampai berita ini diturunkan, Ethiopia dan Uni Afrika sedang melakukan mediasi antara kedua belah pihak tetapi belum menemukan solusi terobosan. (Agus Setiawan)

Related Posts

1 of 3,054