Budaya / SeniCerpen

Kakek Sam Sang Penyihir Baik

Lukisan "Lelaki Tua Teladan"/Foto via wafimuhaimin.wordpress.com
Lukisan “Lelaki Tua Teladan”. (Foto: wafimuhaimin)

NUSANTARANEWS.CO – Pada suatu ketika, hiduplah seorang lelaki tua bernama kakek Sam yang selalu tersenyum ramah kepada setiap orang yang dijumpainya.

Akan tetapi ia dijauhi oleh orang-orang karena dikabarkan bahwa dia merupakan seorang penyihir. Tak hanya itu, bahkan ia berkali-kali diusir dari desa tempat kelahirannya itu.

Ia memang sakit hati, dan ia bisa saja membalas peelakuan para penduduk desa yang telah berbuat demikian kepadanya jika saja ia mau.

Dia memang seorang penyihir, akan tetapi dia bukan penyihir yang jahat, melainkan penyihir baik. Maka dari itu ia tak akan pernah mungkin membalas perbuatan penduduk desa meski hal itu pantas di dapat oleh mereka.

Karena hal itulah ia akhirnya memilih untuk pergi dari desanya berasal dan berkelana tak tentu arah tujuan.

Pada suatu hari, kakek Sam menyamar menjadi seorang pengemis. Ia duduk bersimpuh di pinggiran jalan kota menengadahkan tangannya. Namun ia bukan benar-benar sedang mengemis, melainkan mencari tahu apakah semua orang di dunia masih ada yang peduli pada sesama. Atau memang semua manusia telah menjelma menjadi monster yang tidak mempedulikan sesiapa saja dan tak punya rasa iba seperti orang-orang dari desanya.

“Tolong pak, saya belum makan,” rengek kakek Sam pada seorang lelaki gagah yang lewat di depannya.

Akan tetapi lelaki itu hanya menoleh saja kemudian melanjutkan kembali langkahnya.

Seorang perempuan yang cantik rupawan lewat, “Tolong kakek, nak. Kakek sudah tiga hari belum makan,” pinta kakek Sam.

Perempuan itu justru memandang kakek Sam dengan pandangan sinis, bahkan ia juga menyuruh kedua pengawal untuk mengusirnya. Dan dengan membentak serta berbuat tidak sopan karena dianggap menggangu si perempuan tersebut, kedua pengawal itu akhirnya berhasil membuat kakek Sam angkat kaki.

Kakek Sam akhirnya hanya dapat pasrah dan meninggalkan tempat itu.

“Ternyata semua orang sama saja,” ucap kakek Sam.

Lalu ketika ia berjalan-jalan di taman, ia melihat seorang anak perempuan tengah menyantap makanannya.

Ia pun mendekati anak perempuan itu lalu duduk di sebelahnya.

“Nak, apa kakek boleh minta makananmu? Sudah 3 hari kakek belum makan,” tanya kakek Sam.

Anak perempuan itu justru terdiam untuk beberapa saat sebelum air matanya menetes.

Baca Juga:  Sekjen PERATIN Apresiasi RKFZ Koleksi Beragam Budaya Nusantara

Dalam pikiran kakek Sam, tergambar semua kegiatan yang dilakukan anak perempuan itu di hari ini. Dari mulai bangun tidur sampai bekerja di reatoran sebagai pencuci piringpun ia tahu.

“Kamu kenapa, nak? Kamu gak mau membagi makanan kamu? Tidak apa-apa kok, kakek tidak apa-apa. Tapi kamu jangan menangis lagi, ya.” ucap kakek Sam.

Anak itu menggelengkan kepalanya, “Bukan, bukan itu.” kata anak perempuan itu sembari terisak.

“Lalu?” tanya kakek Sam.

“Aku tahu rasanya perut kelaparan itu, aku juga sama seperti kakek yang belum makan. Tapi Tuhan masih baik kepadaku karena hatmri ini Ia memberiku makanan lewat orang dermawan. Tapi ternyata masih ada kakek yang kelaparan, aku jadi terharu dan kasihan sama kakek.” kata anak perenpuan itu seraya menyeka air matanya.

Gini giliran kakek Sam yang berkaca-kaca setelah itu ia meneteskan air mata karena ternyata masih ada orang yang peduli kepadanya.

Namun buru-buru ia seka air matanya yang jatuh itu dan tersenyum pada si anak perempuan.

“Ini untuk kakek,” kata anak perempuan tersebut.

Kakek Sam menerima makanan itu dengan senang hati meskipun itu bekas, “Terima kasih, nak.” ucap kakek Sam.

Anak perempuan itu membalas dengan melempar senyum termanisnya.

“Silahkan dimakan,” anak perempuan mempersilakan.

Tanpa ragu kakek Sam menyantap makanan itu, dan dalam hitungan kurang dari dua menut saja ia sudah menghabiskan semua makanan yang diberikan anak perempuan tanpa tersisa sedikitpun.

Saking kenyangnya, kakek Sam sampai bersendawa, “Sekali lagi terima kasih, nak. Semoga kebaikan kamu ini akan dibalas Tuhan.” kata kakek Sam.

“Oh iya, nama kamu siapa?” tanya kakek Sam.

“Namaku Aurel, kek.” jawab Aurel.

Kakek Sam menatap lekat wajah Aurel, di pikirannya tergambar kembali kegiatan yang biasa dilakukan oleh Aurel setiap harinya.

“Apa kakek boleh main ke rumah kamu?” tanya kakek Sam.

“Boleh kek, tapi agak jauh dari sini.” jawab Aurel.

“Tidak apa-apa, nak.” kata kakek Sam.

Aurel dan kakek Sam berjalan menjauhi kota, menyusuri jalan setapak dan memasuki hutan.

Entah kenapa jalanan dan hutan ini secara tiba-tiba mengingatkan kakek Sam pada desanya. Mungkin itu karena rasa rindu pada desanya.

Baca Juga:  G-Production X Kece Entertainment Mengajak Anda ke Dunia "Curhat Bernada: Kenangan Abadi"

“Apakah masih jauh, nak?” tanya kakek Sam.

“Sudah dekat kok,” jawab Aurel.

“Nah… itu dia rumah Aurel, kek.” tambah Aurel seraya menujuk ke sebuah gubuk yang telah lapuk dan juga reot.

“Astaga, rumahku yang paling jelek di desa saja bisa dibilang sepuluh kali lebih bagus dari gubuk ini.” kata kakek Sam dalam hati.

“Mari kek, masuk.” kata Aurel mempersilakan.

Mereka pun masuk, di dalam sana kakek Sam dapati tiga orang anak tengah bermain dengan riangnya.

“Mereka siapa?” tanya kakek Sam.

“Mereka adik-adikku, kek.” jawab Aurel.

“Ayah sama ibu kamu kemana?” tanya kakek Sam lagi.

“Terakhir aku melihat ayah saat aku umur 5 tahun, kek. Saat ia pergi bekerja, namun entah kenapa sampai saat ini ia belum pulang.” jawab Aurel, air mukanya seketika berubah.

“Kalau ibu masih ada, tapi dia sakit. Kakinya juga lumpuh. Makanya Aurel harus berjuang, bekerja mencari makanan buat mereka.” tambahnya.

Lagi-lagi dalam pikiran kakek Sam tergambar sebuah peristiwa, yang kali ini ialah tentang ayah Aurel.

Ayah Aurel pernah mengalami sebuah kecelakaan kerja, kepalanya terbentur batu dan ia hilang ingatan. Itulah yang membuatnya sampai saat ini tak pulang.

“Sebentar, nak. Kakek mau keluar sebentar.” kata kakek Sam.

Kakek Sam pun keluar, lalu dengan kekuatan sihir yang dimikikinya ia menteleportasi dirinya sendiri dan menemui ayahnya Aurel.

Kamudian kakek Sam membuat ingatan ayah Aurel kembali dan menyuruhnya untuk segera pulang.

Sungguh mulia hati Aurel, selama beberapa hari kakek Sam tinggal di rumahnya karena ia sudi merawat kakek Sam.

“Aurel, kakek mau bicara sama kamu.” ucap kakek Sam.

“Bicara apa, kek?” tanya Aurel.

“Sebenarnya kakek adalah…”

“Seorang penyihir,” jawab kakek Sam.

Sontak Aurel terksiap karena takut.

“Tapi kakek penyihir yang baik kok, kakek suka menolong orang yang suka menolong orang juga.” tambahnya.

Kakek Sam mengeluarkan sebuah tongkat kecil dari balik celananya lalu ia membaca mantara dan mengarakan tongkat itu ke dirinya sendiri.

Penampilan kakek Sam akhirnya berubah, dari yang tadi memakai baju lusuh, sekarang menjadi serba putih juga bersih.

Baca Juga:  Tanah Adat Merupakan Hak Kepemilikan Tertua Yang Sah di Nusantara Menurut Anton Charliyan dan Agustiana dalam Sarasehan Forum Forum S-3

Kakek Sam kemudian mengarahkan tongkatnya ke arah rumah Aurel, “Kamu lihat ini…” kata kakek Sam.

Ajaib, rumah yang reyot itu berubah menjadi kokoh. Selanjutnya kakek Sam membawa dirinya dan Aurel masuk kedalam rumah dengan teleportasi.

Kakek Sam kemudian mengarahkan tongkatnya ke arah kaki ibunya yang kumouh itu, dan lagi keajaiban itu terjadi. Kaki ibunya Aurel dapat digerakkan.

Setelah itu kakek membuat rumah Aurel yang kosong penuh akan beras dan bahan pokok. Sampai sejauh itu Aurel masih dibuat heran dan tak percaya.

“Aurel pasti sedang mimpi,” kata Aurel.

“Tidak, nak. Kamu tidak bermimpi. Ini nyata terjadi karena kamu telah berbuat baik pada kakek.” kata kakek Sam.

Saat ini kakek Sam telah membuat air mata Aurel berlinangan kembali, “Terima kasih, kek.” ucap Aurel.

“Berterima kasihlah kepada Tuhan, sesungguhnya Ialah maha baik.” kata kakek.

“Sayangnya kakek sudah harus pergi. Teruslah kamu berbuat kebaikan, nak. Perbuatan itu seperti sebuah pohon, suatu saat akan memetiknya. Kamu harus memetik buah kebaikan.” tambah kakek Sam.

“Kakek pergi dulu, jaga dirimu baik-baik.” kata kakek Sam.

Kakek Sam kembali menghilang dengan jurus teleportasinya. Dan hanya sesaat saja kakek beranjak pergi, pintu rumah Aurel terdengar diketuk.

Aurel membukakan pintu, ia dapati seorang lelaki yang tak asing lagi baginya.

“Aurel?” panggil lelaki itu.

“Ayah?” panggil Aurel tak kalah antusiasnya.

Sesaat kemudian Ibu dan ketika adik Aurel menyusul Aurel. Dan mereka semua terbawa akan haru sebab setelah sekian lama terpisah dan rindu akhirnya saling bertemu.

Keluarga itupun saling berpelukan.

-Selesai.

Aris Nohara adalah nama pena dari pemuda berna lengkap Aris Setiyanto ini. Ia lahir dan di Temanggung, Jawa Tengah. Saat ini aktif menulis di blog arisnohara.wordpress.com. Ia menyukai dunia literasi sejak menulis cerpen pertamanya yang berjudul “A Chiken’s Life”.

__________________________________

Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi (berdonasi*) karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resensi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected]

Related Posts

1 of 3,175