Jokowi tak Menyangkal Harga Sawit dan Karet Merosot

Presiden Jokowi berdialog dengan warga pada Evaluasi Kebijakan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Sosialisasi Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019, di Palembang, Minggu (25/11) sore. (FOTO: Dok. Humas Setkab)
Presiden Jokowi berdialog dengan warga pada Evaluasi Kebijakan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Sosialisasi Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019, di Palembang, Minggu (25/11) sore. (FOTO: Dok. Humas Setkab)

NUSANTARANEWS.CO, Palembang – Presiden Joko Widodo tidak menyangkal sama sekali jika harga sawit dan karet memang mengalami kemerosotan beberapa tahun ini. Menurut Presiden, pemerintah selama ini juga sudah melakukan berbagai langkah untuk mendongkrak harga kembali normal. Salah satunya, sebut Kepala Negara, Pemerintah sudah 4 (empat) tahun mengirimkan tim ke Uni Eropa dan berbagai negara meski ini juga tidak mudah.

“Tapi sebetulnya ini urusan bisnis, urusan jualan mereka, juga jualan yang namanya minyak bunga matahari. Kita jualan minyak kelapa sawit, sehingga masuk ke sana sekarang mulai dihambat-hambat,” kata Presiden.

Baca Juga:

Hal tersebut diungkapkan Presiden pada Evaluasi Kebijakan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Sosialisasi Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019, di Palembang, Minggu (25/11) sore, dikutip dari laman resmi sekretarian kabinet.

Awal tahun lalu, tutur Presiden, dirinya juga sudah ketemu Perdana Menteri Tiongkok untuk meminta agar negara itu beli lebih banyak dari sekarang. “Saya minta tambahan, saya to the point aja saya ngomong ya minta agar produksi disini bisa diserap sehingga harganya bisa naik. Ada tambahan 500.000 ton, banyak sekali,” ujar Kepala Negara.

Tapi, lanjutnya, penambahan itu ternyata juga belum mempengaruhi harga pasar secara baik. Presiden mengingatkan, kebun kelapa sawit di seluruh Indonesia ini sudah berada pada posisi yang sangat besar sekali, nomor satu di dunia. Kebun kelapa sawit di Indonesia, luasnya 13 juta hektar, baik yang ada di Sumatera, Kalimantan, Papua, juga ada di Jawa. Produksinya setiap tahun 42 juta ton.

“Bayangkan 42 juta ton. itu kalau dinaikkan truk berarti kurang lebih 10 juta truk angkut itu, ya untuk bayangan betapa gede sekali jumlah ini. Kita sekarang ini bersaing dengan Malaysia bersaing dengan Thailand, tapi kita tetap yang terbesar. Mengendalikan ini tidak mudah, karena ini perdagangan internasional, perdagangan global nggak bisa kita mempengaruhi mereka,” ungkap Presiden.

Oleh sebab itu, lanjut Presiden, dirinya sudah memerintahkan sejak 3 (tiga) bulan lalu agar kelebihan pasokan CPO juga dipakai untuk campuran solar, namanya Biodiesel (B) 20. “Ini nanti kalau berhasil mungkin akan bisa menaikkan, kita nggak impor minyak, minyak kelapa sawit bisa dipakai untuk mengganti produksi menjadi B20. Namun Presiden mengingatkan, ini butuh waktu kurang lebih setahun dari 3 bulan yang lalu,” akunya.

“Bukan hal yang mudah sekali lagi 42 juta ton, itu kalau dinaikkan truk yang kecil itu, truk yang kecil kan 4 ton kan,nah itu 10 juta truk berarti, gede sekali produksi kita gede sekali. Pemerintah masih menunggu keberhasilan penerapan B20. Kalau B-20 harganya pasti akan otomatis karena disedot oleh permintaan dalam negeri,” kata Presiden.

Terkait karet, Presiden menjelaskan, sama saja komoditas internasional, komoditas global yang tidak bisa kita pengaruhi dengan cara-cara kebijakan pemerintah. Oleh sebab itu, jelasnya, sebulan lalu dirinya telah memerintahkan kepada Menteri PUPR Basuki Hadimuljono agar sekarang pengaspalan jalan harus pakai karet.

“Ini sebentar lagi yang di Sumsel ini kita akan beli langsung dari petani dari koperasi untuk beli getah karetnya, dibeli langsung oleh Menteri PUPR. Harga yang dibeli oleh Kementerian PUPR adalah Rp7.500-Rp.8.000,” kata Presiden.

Menurut Presiden, tidak mudah untuk menyelesaikan hal seperti ini karena menyangkut produksi yang sangat besar. Tapi ia menegaskan, pemerintah sudah berusaha amat sangat menyelesaikan hal ini.

“Kita kirim tim ke uni eropa kita kirim tim ke tiongkok,berapa kali itu,tim ke india. Pembeli besar kita itu uni eropa,yang kedua India yang gede-gede, yang ketiga China Tiongkok pembeli terbesar kita. Yang lainnya belinya yang kecil-kecil aja. Inilah problem yang ingin saya sampaikan apa adanya,” ujar Preside Jokowi.

Pewarta: Roby Nirarta
Editor: M. Yahya Suprabana

Exit mobile version