NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – KPU dan Bawaslu Jawa Tengah dinilai masih memiliki banyak pekerjaan rumah untuk menyempurnakan tahapan akhir pemilu yeng tersebar di 115.391 TPS. Tindakan pengawasan dan pencegahan menjadi persoalan tersendiri yang harus ditangani secara saksama dengan tetap patuh pada peraturan yang berlaku.
“Klaim Bawasalu telah di terbitkanya SK untuk Lembaga Pemantau yang berada di Jawa Tengah di awal bulan ini, di tambah pula dengan pengangkatan Relawan Demokrasi serta relawan bentukan Bawaslu, sepatutnya dapat berbanding lurus dengan berkurangnya angka pelanggaran pemilu yang terjadi,” kata Ketua Presidium Kawal Pemilu Kita, Syaifuddin Anwar, Jakarta, Selasa (16/4/2019).
Dia membeberkan sejumlah pelanggaran yang disampaikan oleh masyarakat melalui call center KPK Jawa Tengah.
Pertama, pengarahan Camat Purwantoro untuk memilih Calon Presiden No 1, Caleg DPD No 26 dan Caleg Dari PDIP. Kedua, intimidasi pelapor kasus Camat Purwantoro di Kabupaten Wonogiri.
Ketiga, money politic di klaten oleh Caleg DPR RI dari Partai Golkar sebesar 20 Ribu. Keempat, praktek money politic juga beredar luas di seluruh wilayah Jawa Tengah dengan berbagai modus.
Kelima, pengawas desa di Kabupaten Karanganyar mengetahui peredaraan namun tidak berani menindak dan mencegah. Keenam, paket sarung yang beredar yang diberikan oleh Capres 01 kepada Pondok Pesantren di Jawa Tengah Tengah.
Ketujuh, putusan Bawaslu tentang 31 Kepala Daerah tidak jelas putusanya. Kedelapan, rumah dinas Wakil Bupati Karanganyar menjadi markas Calon DPR RI dari Partai PDIP No urut 3.
Kesembilan, Bupati Sragen menekan para kepala desa untuk memenangkan salah paslon dengan memaksimalkan minimal 20 orang setiap RT. Kesepuluh, intimadasi yang dilakukan preman terhadap calon saksi di Kabupaten Boyolali.
Kesebelas, Kepala Desa di Kabupaten Tegal dan Temanggung mengadiri dan memberi sambutan pada kampanye. Keduabelas, pemberitaan secara masif di hari tenang yang dilakukan oleh presiden, yang notabene adalah peserta pemilu.
Dan terakhir, kampanye yang dilakukan di hari tenang, masih masif di lakukan oleh caleg salah satunya, Kabupaten Temanggung. Melanggar pasal 276 ayat 2 dengan hukuman kurungan 1 tahun dan 12 juta rupiah.
“Gagalnya pencegahan politik uang yang masih beredar baik model tunai maupun non tunai, perilaku ASN, penertiban para peserta pemilu serta netralitas Polri dan TNI masih menjadi tambahan pekerjaan yang harus disegera diselesaikan di Jawa Tengah,” terang Anwar.
“Belum lagi tentang geliat para Komisioner KPU, Bawaslu, Panitia PPK hingga KPPS, yang hingga detik ini masih menimbulkan keraguan publik. Alasannya, di Jawa Tengah, 65% masyarakat yang kurang memahami berkaitan mekanisme penggunaan kertas suara, salah satunya pelipatan kertas suara,” sambung dia.
Dia menuturkan, Pasal 97 UU Pemilu mengamanatkan Bawaslu Provinsi untuk melakukan pengawasan dan pencegahan pelanggaran pemilu, money politic dan netralitas semua pihak yang dilarang dan juga pengawasan terhadap pergerakan surat suara. Selain itu, kata dia, ditegaskan juga dalam Pasal 15 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 tentang tugas dan fungsi KPU Provinsi.
“Kedua pasal tersebut semestinya sudah jelas dan wajib dilaksanakan tanpa kata tapi, meskipun mengalamai tekanan dari berbagai pihak. Semisal, saat kami klarifikasi kepada Gubernur Jawa Tengah atas vonis pelanggarannya pada kasus deklarasi bersama 31 Kepala Daerah, justru kami mendapati informasi kalau pihak Bawaslu telah meminta maaf dan mengklarifikasi putusannya tanpa pemberitahuan kepada publik. Begitulah realitas yang kami temui,” papar Anwar.
Tak berhenti sampai di situ, lanjut dia, Bawaslu RI menyataan juga pernah mengakui kualitas SDM Bawaslu daerah masih rendah. “Pengakuan itulah yang membuat kami ragu serta khawatir tentang kinerja–kinerja dalam melakukan pengawasan, pencegahan dan pengawasan,” imbuhnya.
(eda)
Editor: Eriec Dieda