NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Subsidi dana partai politik (parpol) melalui PP No.1 Tahun 2018 tak lain merupakan amanah UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 2 Tahun 2008 terkait Partai Politik.
Namun, menurut Direktur Eksekutif Indonesian Club, Gigih Guntoro keberadaannya belum berfungsi secara optimal dalam melakukan pendidikan politik sehingga berpengaruh terhadap munculnya gerakan de-parpolisasi.
“Sekali lagi adalah tidak ada transparansi dan buruknya tata kelola di internal parpol juga telah memberikan kontribusi terhadap terjadinya korupsi. Selama ini belum ada pemberitaan laporan keuangan parpol yang dipublikasi kepada publik,” ungkap Gigih Guntoro dalam keterangan resminya yang diterima, Kamis (11/1/2018).
Karena itu, lanjut Gigih Guntoro dengan penerapan transparansi maka sumber-sumber keuangan Partai Politik mulai dari yang kecil hingga yang besar, dari sumber gelap dan terang akan bisa terkontrol serta dapat ditelusuri sehingga public trust dengan sendirinya akan terjadi.
Menurut dia, sudah semestinya, tanggungjawab parpol yang mendapatkan kenaikan dana parpol sebesar Rp.1000 per suara adalah dengan melakukan laporan ke publik tentang kinerja dan tentunya tata kelola keuangan partai secara transparan, akuntabel dan periodik. “Jika Parpol tidak menjalankan fungsi-fungsinya maka, rakyat akan melakukan punishment pada Pemilu 2019,” ujar Gigih.
Dirinya menegaskan, sekali lagi, jika tak ada penataan ulang sistem politik yang sangat liberal, sarat korupsi, maka subsidi untuk Parpol tersebut tidak lebih dari legalisasi perampokan terhadap anggaran negara. “Tak lebih dari upaya para politisi perampok menggunakan uang negara untuk meraih jabatan politik, lalu dengan jabatan tersebut mereka kembali merampok,” terangnya.
Pewarta: Almeiji
Editor: Romandhon