HukumPolitik

Subsidi Parpol Meroket, Subsidi Rakyat Didelete

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Diterbitkan Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintahan Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik menurut Direktur Eksekutif Indonesian Club, Gigih Guntoro merupakan langkah berani Pemerintahan yang cenderung politis demi kepentingan 2019. Dirinya menambahkan langkah tersebut justru telah menambah beban defisit APBN, dan tentunya mencederai asas keadilan bagi rakyat.

“Praktis jika terjadinya defisit APBN maka untuk mengejar percepatan pembangunan infrastruktur tentu dari hutang lagi. PP tersebut juga telah melegitimasi negara dalam memberikan kenaikan subsidi ataupun BLT kepada Parpol,” ungkap Gigih, dalam siaran persnya, Kamis (11/1/2018).

Gigih menilainya sangat ironis. Pasalnya lanjut dia, di tengah kenaikan subsidi Parpol yang mencapai Rp.1000 per suara dengan total kenaikan dana Parpol mencapai Rp. 111,5 Milliar per tahun dari 13,42 Milliar menjadi Rp.124,92 Milliar per tahun untuk membiayai 12 Parpol Peserta Pemilu 2014.

Seolah dengan kenaikan subsidi Parpol telah memberikan oase kekeringan keuangan yang selama ini menjadi beban Parpol menjelang Pemilu 2019. Sementara disisi lain, Pemerintahan justru melakukan penghapusan (pendeletan) subsidi pada rakyat seperti TDL, BBM, sektor pertanian (Bibit, Pupuk, dll) dan tambahan beban kesulitan ekonomi lainnya yang menjadikan rakyat masih dalam kubangan kemiskinan.

Baca Juga:  PWI Minta Ilham Bintang dan Timbo Siahaan Ditegur Keras, Ini Jawaban Dewan Kehormatan

Landasan diterbitkan PP ini adalah dalam rangka untuk mengurangi angka korupsi yang selama ini diproduksi oleh parpol. Dan kenaikan subsidi parpol dapat digunakan untuk melakukan pendidikan politik bagi anggota partai dan masyarakat dan untuk biaya operasional sekretariatan parpol.

Namun, prakteknya ungkap Gigih, akan jauh api dari panggang ketika akar persoalan pada system politik liberal dengan biaya politik tinggi masih berlangsung (Pemilu Langsung dan Pilkada Langsung).

“Bukankah dalam politik liberal tidak ada yang gratis, dan bukan rahasia umum lagi untuk menjadi anggota DPR dan ataupun kepala daerah bisa menghabiskan dana puluhan milliar,” sambungnya.

Dirinya mengaku tidak heran kemudian, jika perilaku kader-kader Parpol akhirnya cenderung korup. “Dalam catatan kami bahwa sepanjang 2017 sudah ada 7 kepala daerah lebih dan puluhan anggota Dewan yang terciduk KPK karena terlibat korupsi. Inilah titik nadir praktek korupsi yang terus diproduksi lembaga politik DPR dan Parpol. Tidak heran jika DPR dan Partai politik menjadi pilar praktek korupsi,” terangnya.

Baca Juga:  Masuk Cagub Terkuat Versi ARCI, Khofifah: Insya Allah Jatim Cettar Jilid Dua

Pewarta: Almeiji
Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 2