NUSANTARANEWS.CO – Hari Santri diperingati dengan berbagai rangkaian acara. Mulai dari futsal bersarung, melukis logo NU, seminar dan diskusi, karnaval budaya, Kirab Resolusi Jihad NU, pembacaan Shalawat Nariyah, sampai apel akbar.
Menurut Ketua PBNU Robikin Emhas, memperingati Hari Santri berarti menggelorakan kembali Resolusi Jihad NU 1945. “Memang, resolusi jihad tersebut mampu menjadi penabuh genderang perang yang dahsyat untuk mengusir penjajah yang kala berusaha merebut kedaulatan negara yang telah merdeka,” kata Robikin di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Sabtu (22/10).
Lebih lanjut Robikin mengatakan, hari santri mengindikasikan rakyat Indonesia, khususnya NU, merindukan patriotisme dalam pengelolaan negara.
“Dulu patriot mengusir penjajah, sekarang patriot pengelolaan ekonomi berdaulat, antikorupsi, dan antiradikalimse,” katanya.
Saat ini masyarakat ditengarai sudah bosan mendengar korupsi terjadi dimana-mana. Masyarakat lelah dengan ekonomi yang sulit dan tidak berdaulat di hadapan negara besar. Begitu juga di bidang lain, seperti bidang energi, keuangan, sampai politik. Juga narkoba masuk ke desa-desa.
“Rasiogini atau alat ukur seberapa jauh disparitas antara yang miskin dan yang kaya kini mengindikasikan angka pada tingkat yang mengkhawatirkan. Rakyat ingin keluar dari keadaan ini,” kara Robikin.
Kondisi seperti ini, lanjut Robikin, ditangkap NU dengan menggelorakan semangat Resolusi Jihad NU. Sekarang harus diwujudkan dengan patriot penegakakan keadilan dan pemerataan ekonomi dan pembangunan.
Robikin juga mengungkapkan, daya tarik dari hari santri tahun ini, pembacaan 1 miliar Shalawat Nariyah yang dibacakan serentak Jumat (21/10) dari Aceh sampai Papua, dan di luar negeri yang dikoordinir Pengurus Cabang Istimewa Nahdalatul Ulama di masing-masing negara.
“Shalawat Nariyah adalah jiwanya peringatan Hari Santri. Selain ekspresi cinta kepada Nabi dan Allah, di situ ada doa pengharapan. Ini raga ketemu rohnya. Itulah yang membuat semangat warga NU menjadi bergelora,” pungkasnya.
Puncak peringatan Hari Santri adalah Apel Santri di Monumen Nasional yang pagi ini (22/10) berlangsung. Tidak kurang 55 ribu santri ikut apel.
Pada apel akbar itu, sejumlah tokoh dan 50.000 santri mengikuti upacara. Dalam acara tersebut, Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) Imam Pituduh mengatakan, pondok pesantren akan menjadi garda depan untuk melakukan perlawanan terhadap aksi radikalisme dan terorisme.
“Tindakan nyatanya adalah membentengi diri di internal dan pencegahan, deradikalidasi di semua sisi,” kata Imam di Lapangan Silang Monas, Jakarta, Sabtu (22/10).
Menurut Imam, tidak ada pelajaran tentang radikalisme di pondok pesantren, apalagi sampai melakukan kekerasan pada antar umat manusia.
“Ajarannya damai semua, mengajari toleransi dan ajaran lainnya itu bersifat nasionalisme serta bersenyawa kebudayaan,” kata Imam. (Andika)