EkonomiHankam

Grand Strategy Energy Security Indonesia?

Grand Strategy Energy Security Indonesia-

NUSANTARANEWS.CO Grand strategy energy security Indonesia? Menarik untuk dipahami bahwa energy security kini telah menjadi doktrin hampir di semua negara dunia. Di sini, pengertian energy security adalah jaminan pasokan energi bagi kelangsungan survive suatu negara terutama pasokan energi primer yang meliputi minyak, gas, dan batu bara yang hingga detik ini posisinya belum tergantikan oleh energi lain.

Amerika Serikat (AS) sendiri meski telah mengembangkan sumber energi terbarukan, namun tetap saja dalam Grand Strategy Energy Security minyak bumi tetap menjadi nomor satu. Seperti dalam kampanye politik Obama, bahwa Amerika harus mengurangi ketergantungan minyak dari impor dengan meningkatkan produksi minyak dalam negerinya. Dalam hal ini Amerika berhasil mengembangkan teknik sail oil. Meski eksploitasinya memakan biaya tinggi tapi metode ini sukses. Amerika berhasil meningkatkan produksi minyaknya untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya sehingga berhasil mengurangi ketergantungan impor. Faktor geopolitik Amerika ini pulalah yang kemudian menjadi salah satu penyebab turunnya harga minyak dunia. Inilah the demand of the supplay.

Di sisi lain, Cina dengan sangat agresif mulai berupaya menguasai ladang minyak diseluruh dunia. Kepentingan nasional Cina dengan The Priority Grand Strategy, adalah mendapatkan akses ke sumber minyak di seluruh dunia. Dan setelah 25 tahun, Cina kini boleh dikatakan telah menguasai 40% cadangan minyak dunia terbukti. Bahkan Oil Sent Kanada 30% sudah dikuasai Cina. Termasuk kawasan Amerika Latin, seperti Venezuela. Di Kuba, Cina pun sudah mendapat izin pengeboran.

Baca Juga:  Peduli Sesama, Mahasiswa Insuri Ponorogo Bagikan Beras Untuk Warga Desa Ronosentanan

Sikap agresif Cina mengejar sumber energi minyak inilah yang kemudian menjadi ancaman keamanan nasional Amerika. Karena kalau Cina mengambil alih saham dari ladang minyak yang beroperasi artinya mengurangi jatah ekspor ke Amerika dan ke negara-negara Barat lainnya. Kalau Cina mengambil 40% saham, maka 40% dari produksi minyak itu menjadi milik Cina. Hal inilah yang sangat menakutkan bagi negara maju (Barat) karena bisa berdampak terhadap menurunnya pertumbuhan ekonomi dan kekuatan militer karena kekurangan pasokan BBM.

Negara-negara Eropa Barat sangat tergantung dengan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri mereka. Sumber minyak dari Norwegia tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka. Apalagi biaya pengembangan eksploitasi di kawasan Laut Utara itu mahal bisa US$ 20-60 per barrel. Jadi, kawasan Timur Tengah tetap menjadi  sasaran strategis bagi semua negara maju, tidak terkecuali. Termasuk Indonesia yang sekarang impor minyak dari Aljazair dengan kapal Pertamina. Tapi ironisnya yang mengawal kapal Pertamina itu adalah tentara Srilanka. Hal ini tidak boleh terjadi. Harus dikawal oleh militer kita sendiri karena ini simbol kedaulatan atau simbol ketahanan negara kita.

Baca Juga:  Harga Beras Meroket, Inilah Yang Harus Dilakukan Jawa Timur

Melihat kenyataan ini, Indonesia perlu membuat sebuah Grand Strategy jangka panjang ketika sudah menjadi negara net oil importer. New Zealand saja memiliki Grand Strategy. Tidak mengherankan bila pada era 1990-an, New Zealand mencanangkan apa yang disebut dengan go north dengan target nomor satu adalah Indonesia. India juga merancang Grand Strategy Look East yang sasaran utamanya juga Indonesia.

Lalu bagaimana cara mendekati Indonesia? Banyak model pendekatan kerjasama investasi yang telah digariskan oleh kitab WTO. Seperti membangun pelabuhan, membangun dok bahkan India membangun kapal di Medan. Pola itu juga diterapkan di Vietnam. Model ini menjadi sangat strategis dalam konsep perdagangan dan at the same time, mereka juga bisa berada di situ, a new colony. Punya pelabuhan artinya bisa menjadi akses untuk mendapatkan sumber energi. Kuncinya akses. Karena energi security itu kuncinya 4A, accesability, availability, affordability & acceptability.

Fakta menunjukkan bahwa Indonesia kini adalah sebagai negara net oil importer yang perlu segera mengembangkan sebuah Grand Strategy jangka panjang untuk tetap survive sebagai sebuah negara merdeka yang mampu menjaga integritas dan kedaulatan nasionalnya. Kita harus belajar dari negara lain dalam hal kebijakan energy security.

Kita bisa melihat misalnya Amerika yang pada tahun 1941 menyatakan diri sebagai negara net oil importer – pemerintah Amerika langsung memberikan keringanan pajak bagi perusahaan-perusahaan minyak yang melakukan usaha diluar negeri. Di situlah Amerika terus mencari sumber minyak untuk menjaga kontinuitas kebutuhan nasionalnya. Demikian pula dengan Cina. Hal yang sama bisa dicontoh ketika pada tahun 1993, Cina menyatakan diri sebagai negara net oil importer – Cina langsung yang nomor satu jadi sasaran adalah Indonesia dengan mengambil ladang minyak di laut Jawa milik Arco. Bahkan Cina kini lebih agresif berusaha menguasai ladang-ladang minyak di berbagai belahan dunia. (as)

Related Posts

1 of 3,051