KolomOpini

Gerakan Jalanan Mahasiswa: Misi Moral Rakyat Bukan Misi Politik Elit

Aktivis PMII saat gelar demonstrasi/Foto: Dok. galaberita
Aktivis PMII saat gelar demonstrasi/Foto: Dok. galaberita

Oleh: Muhammad Syarif Hidayatullah*

NUSANTARANEWS.CO – Tidak bisa dipungkiri gerakan jalanan mahasiswa mampu mempengaruhi setiap kebijakan pemerintah di Indonesia. Bahkan dalam puncaknya, gerakan jalanan mahasiswa mampu menumbangkan rezim suatu pemerintahan. Salah satu contoh yang paling heroik dan menjadi catatan sejarah bangsa tentang itu adalah ketika gerakan jalanan mahasiswa mampu menjatuhkan suatu rezim yang dianggap otoriter yaitu Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

Gerakan jalanan mahasiswa atau biasa disebut parlemenen jalanan bahkan menjadi pilihan cara bagi rakyat ketika para anggota parlemen tidak mampu menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi mereka kepada pemerintah. Selain cara ini dianggap ampuh, parlemen jalanan yang dibangun mahasiswa dipercaya tidak akan mengkhianati apa yang diinginkan rakyat karena mahasiswa dianggap kaum intelektual yang tidak memiliki kepentingan politik kekuasaan kepada rakyat.

Pengaruh besar dan kepercayaan rakyat terhadap gerakan jalanan mahasiswa ini menyebabkan gerakan jalanan mahasiswa menjadi pilihan elit-elit politik untuk memuluskan kepentingannya. Bukan hanya rakyat yang memilih gerakan jalanan mahasiswa untuk memperjuangkan aspirasinya, tetapi juga para elit politik memilih gerakan jalanan mahasiswa untuk memuluskan kepentingan politiknya. Di titik ini gerakan jalanan mahasiswa akan kehilangan kesuciannya sebagai sebuah gerakan moral yang murni untuk kepentingan rakyat. Karena tak jarang gerakan jalanan mahasiswa dimanfaatkan dan disusupi oleh kepentingan politik para elit-elit politik.

Baca Juga:  Mengulik Peran Kreator Konten Budaya Pop Pada Pilkada Serentak 2024

Tentu kita semua sebagai insan pergerakan tidak menginginkan itu terjadi. Gerakan jalanan mahasiswa harus murni berda dalam barisan kepentingan rakyat. Memikul amanah rakyat untuk dibawa dan diperjuangkan di hadapan pemerintah. Membawa misi moral sebagai penyambung lidah rakyat. Bukan malah membawa misi politik elit-elit politik yang mencari kekuasaan atau misi politik para elit-elit politik yang ingin mempertahankan kekuasaan.

Kita melihat dalam seminggu terakhir ini publik diramaikan dengan gerakan jalanan mahasiswa yang menyoal tentang RUU kontroversial seperti RUU KUHP, RUU Pemasyarakatan dan UU KPK yang baru saja disahkan. Gerakan jalanan mahasiswa ini dibangun begitu massif bahkan menjadi gerakan nasional di seluruh daerah di Indonesia. Gerakan jalanan ini kemudian berubah menjadi anarkisme dan juga diwarnai oleh tindakan represif aparat terhadap mahasiswa. Bahkan di kota Kendari dua orang mahasiswa meninggal dunia akibat tertembak.

Memang aksi anarkis sering mewarnai gerakan jalanan mahasiswa. Tindakan represif aparat juga demikian seperti menjadi sesuatu yang biasa. Itulah warna-warni dalam dinamika gerakan jalanan mahasiswa. Dalam sejarah gerakan jalanan mahasiswa pun semua tercatat sebagai sebuah insiden yang memilukan sekaligus menjadi pemacu semangat dalam sebuah pergerakan. Tetapi apaun alasannya, anarkisme mahasiswa dan represif aparat dalam gerakan jalan adalah noda hitam yang mesti dicuci. Apalagi kita sebagai bangsa yang beradab, tentu tidak ada alasan untuk membiarkan anarkisme mahasiswa terpelihara dan represif aparat terbiasakan. Ketika tindakan ini kita biarkan berarti misi moral dari gerakan jalanan mahasiswa ternodai dengan sendirinya.

Baca Juga:  Artileri Berat Korea Utara Dalam Dinas Rusia Dikonfirmasi

Dalam kondisi ini gerakan jalanan mahasiswa rentan untuk disusupi oleh kepentingan elit-elit politik yang menginginkan kekuasaan. Kegaduhan dan instabilitas yang tercipta menjadi keuntungan bagi mereka yang ingin merebut kekuasaan dari tangan pemerintah yang berkuasa. Di posisi ini, gerakan jalanan mahasiswa mesti tetap berdiri di tengah dengan mempertahankan misi moral. Tidak terjebak dengan anarkisme dan tidak terprovokasi dengan tindakan represif aparat. Tuntutan yang diperjuangan tetap menjadi substansi perjuangan bukan merubah arah dengan ikut-ikutan terjebak dengan dinamika persaingan elit-elit politik mengenai kekuasaan.

Sebagai penutup dari tulisan ini, saya mengambil kesimpulan mengenai posisi gerakan jalanan mahasiswa dalam tugasnya membawa misi moral rakyat. Pertama, gerakan jalanan mahasiswa berada di posisi tengah dari dua kutub elit (elit yang ingin mempertahankan kekuasaan dan elit yang ingin merebut kekuasaan) sehingga kapanpun dan dimanapun bisa bergerak tidak terikat oleh kepentingan elit. Ke-dua, gerakan jalanan mahasiswa berada di posisi tengah di antara rakyat dan pemerintah sehingga dengan mudah bisa menjadi penghubung atau penyambung aspirasi rakyat dengan pemerintah. Tentu dengan kedua posisi bisa dipastikan bahwa gerakan mahasiswa benar-benar membawa misi moral rakyat, bukan misi politik elit. (*)

Baca Juga:  Fenomena “Post Truth" di Pilkada Serentak 2024

*Penulis adalah Ketua Bidang OKP PB PMII

Related Posts

1 of 3,147