NUSANTARANEWS.CO –Pondok Pesantren Al-In’am, Banjar Timur, Gapura, Sumenep, Jawa Timur menggelar acara Gerakan Batin bertajuk Sejuta Qulhu “Untuk Kedamaian Serta Kesalehan Sosial dan Spritual”. Acara yang dilakukan secara serentak oleh siswa, para guru, para alumni, masyarakat umum (patisipan) dibuka mulai hari ini, Jumat, 13 Mei 2016 sampai Jumat, 27 Mei 2016 .
Sebagaimana tersurat dalam maklumat yang dibuat oleh koordinator acara Hamidi Haris, Lc., Kamis (12/5/) kemaren disebutkan, Gerakan Batin ini bertujuan menyeimbangkan gerakan-gerakan nyata hasil produksi oleh nalar pikiran yang dijelmakan ke dalam tindakan nyata demi menjawab sekian persoalan kebangsaan.
“Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa akhir-akhir ini ada banyak gejala sosial yang berdampak langsung terhadap kehidupan sehari-hari, baik dalam lingkup sosial, ekonomi, budaya, maupun dalam keberagamaan,” penggalan isi maklumat yang diketahui oleh Pengasuh Pondok Pesantran Al-In’am, KH. Mas’ud Qasim.
Dalam maklumat yang dishare oleh panitia acara Saifullah di akun facebooknya (Sipulan K Langka), juga digambarkan situasi dan kondisi bangsa Indonesia, khususnya di Sumenep. Seperti beredarnya narkoba yang menyeluruh sampai ke pelosok desa, tingginya tingkat pergaulan bebas sehingga melahirkan kekerasan seksual dan bahkan pembunuhan, serta maraknya praktik jual-beli tanah yang dilakukan oleh investor asing dan pribumi.
“Kehidupan makin terancam; keamanan semakin sulit dirasakan; maraknya pencurian sapi, kendaraan bermotor, dan harta benda lainnya. Moralitas generasi muda kian tak karuan; penyalahgunaan obat-obat terlarang, maraknya pergaulan bebas, dan prostitusi. Disharmonisasi dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Sulitnya sumber penghasilan dan serretnya ekonomi masyarakat pedesaan. Eksploitasi Sumber Daya Alam Madura serta Maraknya Praktik jual beli tanah yang dilakukan oleh investor asing. Semua itu tentu berawal dari minimnya kualitas keimanan serta ibadah kita kepada Allah SWT,” lanjutan isi maklumat dan dipertegas oleh Saifullah saat dikonfirmasi oleh redaksi nusantaranews.co, Jumat (13/5) siang.
Menurut paniti penyelenggara, yang dikoordinatori Hamidi Haris, Gerakan batin berupa pembacaan setuja surat Al-Ikhlas yang akan dilaksanan selama limabelas hari tersebut, sebagai upaya meningkatkan kualitas keimanan serta ibadah kepada Tuhan, disamping berusaha keras menjadi solusi bagi setiap persoalan yang ada.
Dzikir atau pembacaan surat Al-Ikhlas ini bisa dilakukan secara berjamaah (di mushalla, masjid, kompolan (organisasi), rumah) maupun perorangan sesuai dengan kemampuan dan keikhlasan masing-masing.
Dzikir Sejuta Qulhu ini, diharapkan benar-benar dapat menyebarkan perdamaian bagi sesama dan mampu menciptakah ketenangan hati bagi bangsa Indonesia.
Sebagai informasi, acara ini dilaksanan sebagai tindak lanjut acara Nusantara Mengajiyang diprakarsai oleh Cak Imin, nama kondang dari Muhaimin Iskandar, sang mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI ke-23.
Acara ini berawal dari kegilisahan atas maraknya persoalan kebangsaan dari hari ke hari tiada habisnya di tanah air. Media informasi tidak pernah absen memberitakan problematika kehidupan dari pucuk struktur negara sampai akar rumput setiap hari. Bahkan hampir setiap jam dalam sehari, ada saja masalah yang pecah ruah di bumi pertiwi ini.
Beragam solusi terbaik dilakukan, bermacam pribadi dengan instansi, lembaga, atau organisasinya masing-masing sudah berbuat mengentaskan masalah yang ada. Namun masalah kembali lahir setiap satu masalah terselesaikan. Seperti kata pribahasa, “Mati satu tumbuh seribu”. Demikian situasi Indonesia dari masa ke masa. Itu fakta. Rakyat saksi nyata.
Orde Lama, Orde Baru, Refermasi, Orde apalagi? Revolusi Mental? Atau akan membangun Orde Pancasila? Persoalan kebangsaan dengan/dan kemerdekaan sejati seperti dua mata uang logam. Tidak terpisahkan. Menyatu. Kuat. Hanya harapan dan cita-cita yang dapat membuat rakyat bisa berdiri di tanah tumpah darahnya sendiri.
“Sakit dari penderitaan tidak ada obatnya, tetapi satu-satunya obat di dunia adalah harapan,” kata Shakespeare. Berabad-abad lalu Shakespeare yakin dan berani menyerukan harapan sebagai satu-satunya obat di dunia. “Lalu apakah harapan?” penyair burung merak, W.S. Rendra bertanya dalam salah satu sajaknya. Kami menjawab menurut keyakinan kami, bahwa harapan adalah doa. Doa adalah gerakan batin. Batin memang memang abstrak di era digital seperti zaman ini – mungkin sudah abstrak sejak dulu.
(Sel)