Berita UtamaLintas NusaTerbaru

Gelar FGD, Bentuk Keprihatinan Golkar Jatim Terhadap Krisis Pangan Global

Gelar FGD, bentuk keprihatinan Golkar Jatim terhadap krisis pangan global
Gelar FGD, bentuk keprihatinan Golkar Jatim terhadap krisis pangan global

NUSANTARANEWS.CO, Surabaya – Gelar FGD, bentuk keprihatinan Golkar Jatim krisis pangan globa. Partai Golkar Jawa Timur menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama dengan anggota Wantimpres Dr H Soekarwo, SH, MHum dengan tema ‘Kesiapan Indonesia dan Jawa Timur Menghadapi Krisis Pangan Global’ di kantor DPD Partai Golkar Jawa Timur, Rabu (22/6).

Ketua DPD Partai Golkar Jatim Sarmuji mengaku sengaja mengambil tema krisis pangan global karena fenomena tersebut sudah nyata di depan mata dialami berbagai negara di dunia baik negara maju, berkembang maupun negara miskin.

“Krisis pangan global ini persoalan yang sangat urgen dan emergency karena sudah dialami beberapa negara di dunia. Dan ke depan akan lebih sulit lagi dunia menghadapi tantangan ini sehingga Indonesia khususnya Jawa Timur harus mempersiapkan dengan baik,” kata anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI ini.

Ada beberapa penyebab terjadinya krisis pangan global. Sarmuji mencontohkan perubahan iklim sehingga di berbagai belahan dunia cuaca maupun musim sulit diprediksi. “Kita bersyukur karena Indonesia tahun ini musim penghujannya sangat panjang sehingga panen beras melimpah bisa swasembada dan tidak sampai import. Tetapi kedepannya bisa saja justru musim kemaraunya menjadi sangat panjang sehingga produksi pangan turun drastis. Jadi kita harus siap dan melakukan antisipasi,” harapnya.

Baca Juga:  Bupati Paparkan Program Prioritas Saat Safari Ramadhan di Sebatik

Sementara itu anggota Wantimpres Soekarwo membenarkan kalau negara tetangga seperti Srilangka telah mengalami kelaparan akibat terjadi krisis pangan. Bahkan negara-negara Eropa juga mengalami hal serupa akibat adanya perang antara Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan.

“Konflik perang berkepanjangan itu menyebabkan petani gandum di Rusia dan Ukrania tidak bisa menanam dan lahannya hancur. Negara-negara Eropa untuk memenuhi kebutuhan gandum biasanya disuplay dari kedua negara yang berperang tersebut, sehingga mereka juga mengalami krisis pangan,” beber mantan Gubernur Jatim ini.

Krisis pangan global, kata Pakde Karwo sapaan akrab Soekarwo memang semakin nyata dan terasa setelah munculnya perang Rusia-Ukraina. Bahkan semakin melebar menjadi krisis energi akibat harga sumber energi semakin mahal karena sulit didapat. Padahal sebelumnya ancaman krisis pangan itu sudah diprediksi akan muncul akibat terjadinya perubahan iklim (climate change).

“Kalau kondisi pangan sulit, energi sulit maka larinya adalah menjadi tidak punya uang karena tidak ada transaksi (cas flow). Di Belgia dan Inggris warganya sampai demonstrasi karena harga kebutuhan pokok naik hingga 9 persen. Bahkan Fed Amerika sampai mengumumkan kenaikan suku bunga sebagai politik disponto untuk mengerem inflasi tapi tidak bisa,” beber Pakde Karwo.

Baca Juga:  Prabowo-Gibran Menang Telak di Jawa Timur, Gus Fawait: Partisipasi Milenial di Pemilu Melonjak

Indonesia masih relatif aman karena ditolong daerah-daerah yang melimpah produksi pangan bukan hanya beras tetapi ada berupa sagu, jagung, cantel, ketela pohon dan lainnya yang bisa menjadi makanan pokok.

Kendati demikian, lanjut Pakde Karwo krisis pangan bukan otomatis bisa membuat nilai tambah petani (NTP) naik signifikan. Sebab mayoritas petani kita hanya buruh tani sehingga tidak ikut mendapatkan nilai tambah dari kenaikan harga pangan. “NTP itu kemampuan seseorang petani tentang nilai tukarnya terhadap pangan. Sehingga kebutuhan non pangan petani harusnya juga ikut dihitung, makanya NTP masih rendah di Indonesia,” dalihnya.

Ia mengakui salah satu cara meningkatkan NTP yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan menghapus subsidi pupuk diganti subsidi saprodi (sarana prasarana produksi) petani. Mengingat, subsidi pupuk itu sudah tidak relevan lagi karena petani bisa panen setahun tiga kali bukan hanya sekali seperti awal mula gagasan program subsidi pupuk.

“Jadi bibitnya itu harus bagus dan gratis serta hama dan penyakit tanaman menjadi tanggungjawab pemerintah. Sedangkan pupuknya biar mengikuti harga pasar. Pemerintah juga membantu hilirisasi melalui kelompok tani ssehingga ada pengolahan produk petani yang bisa menaikkan harga,” jelas mantan gubernur Jatim dua periode ini.

Baca Juga:  Ramadan, Pemerintah Harus Jamin Ketersediaan Bahan Pokok di Jawa Timur

“Kalau kelompok tani dibantu mesin hyrdrayer dan mesin pengilingan padi maka berasnya bisa naik menjadi beras premium dan harga jualnya otomatis ikut naik. Itulah yang menjadikan NTP petani naik,” tandasnya. (setya)

Related Posts