NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Kabadiklat Kementrian Pertahanan Mayjen TNI Hartind Asrin sepakat bahwa kegaduhan yang berakar dari dunia maya, mencerminkan bagaimana pemerintah dan masyarakat Indonesia sesungguhnya tidak siap menghadapi era baru bernama rezim virtual. Bahkan bisa dibilang Indonesia termasuk negara gagal dalam mengelola era digital dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.
Hartind Asrin tak menampik akan hal itu, bahwa Indonesia sesungguhnya tengah gagap menghadapi era virtual yang mampu melibat dunia menjadi perkampungan kecil. Termasuk kegagalan Indonesia dalam menghadapi gelombang zaman baru ini.
“Memang saat ini era digital. Jadi semua serba digital. Tidak ada anak yang tidak punya smartphone saat ini,” ungkap Hartind Asrin saat ditemui Nusantaranews, selepas isi Halaqah Jurnalis NU, 18 Juni 2017, di Kemhan RI.
Sebagai lulusan ilmu komunikasi, Hartind Asrin menambahkan bahwa ketidaksiapan bangsa Indonesia dalam menghadapi zaman baru itu, terlihat dari cara menempatkan peran dan kegunaan gadget.
“Ini kita bicara dunia. Tren dunia sekarang itu di eksekutif muda di Eropa dan di Amerika, mereka menjaga jarak dengan smartphone. Kenapa? Karena mereka takut terinditifikasi oleh itu mbah google. Takut termonitor aktivitas mereka,” sambung dia.
Sekarang bagaimana next, agar bangsa Indonesia tidak gagap dan gagal lagi menghadapi serta mengelola era globalisasi gelombang ketiga yang jauh lebih kompleks dibanding saat ini. Dirinya mengingatkan untuk belajar dari kegagapan sebelumnya.
“Karena fakta mengatakan generasi yang memimpin sekarang adalah mereka yang terbiasa hidup dengan media konvensional. Media konvensional itu diklarifikasi dichecking. Dengan kata lain, berita ini adalah A yang dikeluarkan oleh media lain,” ungkapnya.
Baginya, melimpahnya informasi dari berbagai media sosial adalah suatu keniscayaan yang tak bisa ditinggalkan. “Jangan kita hindari media sosial tetapi harus kita sikapi. Sikap kita jawabannya adalah kita menyiapkan bagaimana Indonesia emas 2045,” terangnya.
Editor: Romandhon