NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Membangun imajinasi tentang Indonesia, menurut Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah tidak diperlukan trust (percaya), melainkan penghayatan kehidupan. Hal itu ia sampaikan saat menerima audiensi Peserta Kirab Pemuda 2018 dari 34 provinsi di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (16/11/18).
“Hati-hati ya. Sebab ini yang menurut saya, diantara kemungkinan jebakan-jebakan kita di masa depan menjadi tidak solid, gara-gara imajinasi tentang Indonesia, kita mau sederhanakan. Itu tidak bisa,” kata Fahri Hamzah.
Ia mengaku sering berulang-ulang kali dalam kapasitasnya sebagai politisi, mengingat bahkan sambil marah marah, agar jangan ada yang menganggap bahwa Indonesia disusun karena kepentingan ekonomi.
“Jawa ini diikuti bukan karena lebih maju atau lebih kaya. Bahkan lebih miskin dalam banyak hal. Makanya daerah-daerah di Sumatera menyumbang, Aceh menyumbang Seulawah-nya, Indrapura menyumbang uang jutaan golden. Jadi bukan karena kaya, Jawa ini, tapi karena ada imajinasi yang disusun yang menyebabkan kita semua merasa terlibat dari bagian dari narasi itu,” ujarnya.
Baca Juga: Fahri Hamzah Ingin Peserta Kirab Pemuda Tak Bermental Inferior
Fahri mengatakan mereka yang masuk dalam Kirab Pemuda Indonesia 2018 kali ini, diharapkan mampu merangkai puzzle-puzzle itu dan amanah bagi anak muda untuk meneruskan imajinasi tersebut.
Dia meminta kepada para peserta Kirab Pemuda 2018 untuk tidak berhenti menulis dan membaca tentang Indonesia serta tidak berhenti menggambarkan sekompleks apa negara Indonesia ini. Agar kedepan lebih banyak orang yang benar benar mengerti Indonesia.
“Indonesia ini kalau nanti disalah pahami oleh orang luar, jangankan orang luar, kita ini bisa salah paham, karena Indonesia ini begitu kompleksnya. Anda adalah agen-agen itu. Dan saya sangat berharap dari Anda,” ujar dia.
Maka dari itu, untuk generasi yang ada di masa kini, dirinya berharap para anak muda dari 34 provinsi berserta senior-senior yang ada harus saling berdialog, mengingat banyaknya permasalahan yang harus dipahami.
“Terutama melakukan dialog langsung, maksud saya bukan yang terjebak pada kesibukan bersosial media. Kenapa? Kadang-kadang sosial media tidak menjelaskan substanisinya, tetapi menyeret kita kepada sensasinya,” tegasnya.
Pewarta: Romadhon Emka
Editor: Alya Karen