NUSANTARANEWS.CO – Presiden Recep Tayyip Erdogan diprediksi memenangi pemilu Turki untuk masa jabatan kedua. Pemilihan umum Turki berlangsung pada Minggu (24/6) di tengah upaya Erdogan memperpanjang kekuasaannya yang telah dipegangnya selama 15 tahun. TPS-TPS dibuka sejak pukul 8 pagi di hari Minggu.
60 juta rakyat Turki akan memberikan suara mereka mulai pukul 08.00 waktu setempat untuk memilih anggota legislatif dan presiden. Turki telah mengamendemen konstitusinya pada bulan April tahun lalu untuk menghapus jabatan perdana menteri dan memusatkan kekuasaan di tangan presiden.
Pada pemilihan presiden, Erdogan diprediksi bakal menang. Namun, dia menghadapi persaingan ketat dari kandidat Partai Republik Rakyat (CHP), Muharrem Ince. Bila hasil pemilu tidak ada kandidat yang memperoleh suara mayoritas, maka dua peraih suara terbanyak akan berlanjut pada putaran kedua, dua minggu kemudian.
Kampanye pemilihan kembali Erdogan berfokus pada pencapaiannya sebagai pemimpin selama 15 tahun terakhir. Sementara lawan-lawannya mengkritik Erdogan yang memberangus kebebasan pers dan memenjarakan para kritikusnya setelah kudeta gagal pada tahun 2016, termasuk masalah ekonomi yang dianggap tidak memuaskan.
Sejak pag tempat-tempat pemungutan suara dibuka dengan pengawalan ketat. Di Istanbul, lebih dari 38.000 polisi dikerahkan untuk menjaga TPS-TPS.
Kekhawatiran soal keamanan mencuat, khususnya di kawasan tenggara yang dihuni komunitas Kurdi.
Bila Erdogan menang, maka ia akan memulai masa jabatannya yang kedua dengan kekuasaan eksekutif yang besar.
Dulu jabatan presiden di Turki tidak lebih dari jabatan seremonial. Namun, pada April 2017, 51% pemilih Turki mendukung konstitusi baru yang memberikan kekuasaan lebih besar kepada presiden.
Pihak pengritik menuding Erdogan mencoba memerintah seorang diri. Jika pilpres dan pemilihan umum legislatif sama-sama dimenangi oleh Erdogan dan AKP, lanskap politik Turki tampaknya tidak akan banyak berubah.
Jika Erdogan kalah, ketidakstabilan politik dikhawatirkan meletus kembali. Sejak percobaan kudeta pada 2016, Turki telah mengalami masa sulit. Lebih dari 160.000 orang ditahan, menurut PBB, sebagai bagian dari upaya pembersihan pengaruh Fethullah Gulen—ulama yang dituding pemerintah Turki berada di balik upaya kudeta. (Aya)