Puisi

Dengarlah Nyanyian Angin, Sajak-sajak Khanafi

nyanyian angin, kumpulan sajak, kumpulan puisi, sajak-sajak, khanafi, nusantaranews
ILUSTRASI – Nyanyian Angin. (Foto: steemit.com)

Dengarlah Nyanyian Angin

dengarlah nyanyian angin
di kulit-kulit daun kemarau
ke mana pagi tergelincir di rerumputan
dibaca cicit burung yang melintas

sungai-sungai meletakkan sedih
di batu-batu airmatanya membasah
dengarlah ikan-ikan meraung
merayakan cuaca dengan murung

Sewon, 2019

 

Renungan Musim

di sore yang mengelupas
sisik-sisik hari lepas
bersama kesedihan yang tak pernah tuntas
menjelma jarum dan benang
merajut malam yang teramat padam

malam telentang di tubuh bumi
waktu menyusup ke dalam mimpi
membukakan lukisan esok hari

di pinggir sawah yang remang-remang
rericik angin menghimbau pagi yang makin ganas
memudarkan demam yang kambuh semalaman

angin membalut dingin hingga berpagut
akar melilit meraba bumi
meremas cengkeram jantung padi

ada yang bangkit dari arah pantai dengan begitu asingnya
seperti menuliskan baris-baris puisi di udara
mengantar igauan jauh ke curam jiwa

ingin kutiup nyawa ikan yang mati di pinggir kali
menyimpan harapan di matanya yang menangkap langit
yang menerawang kematianku

Sewon, 2019

 

Konser Angin

angin memukul-mukul di daun beringin di kota
pelan terayun memainkan lagu dingin, lagu nestapa

di udara, suara bangkit dari sudut-sudut
memekikkan sunyi di relung gedung-gedung

ramai lalu lalang menghapus ingatan
yang tak pernah menetap

pada setiap langkah ada pertemuan kelam
di bawah lampu-lampu pendar

aku ingin menjadi penyair
yang menangkap angin di tanganku
seperti merayakan sunyi dengan konser angin
melepaskan ingin pada tiap urat ranting yang tegang
menggiring kenangan ke panggung masa depan

Sewon, 2019

 

Aku Mencintai Langit

aku mencintai langit sebab ia luas seperti hatimu
di dadanya bintang-bintang termenung
bulan mengintip ke dasar mataku dengan tenang

aku bahagia di bawahnya
sebahagia bunga yang dibawakannya matahari
seperti pohon yang dibagikannya hujan
meski semua tak pernah benar-benar sama

aku merindukan hatimu yang hijau itu
di mana kelak aku meringkuk dalam pelukmu
akar-akar menyusuri tubuhku dengan penuh sayang

aku mengenang daun gugur dari mimpiku
menangkap embun di matamu yang cahaya
aku mencintaimu sebab di dalam dirimu
kutemukan pagi kosong
di mana aku menjadi sajak yang biru

Sewon, 2019

 

Setelah Kutulis Surat Ini

setelah kutulis surat ini
kuharap kau menghentikan rindu
yang senantiasa mewaktu di jantungmu
yang selalu mengirimkan mimpi buruk pada pikiran tidurmu

kutinggalkan huruf-huruf yang mampu menceritakan cintaku
yang tak pernah selesai padamu
menjadi cermin bagi kenangan-kenanganmu yang gugur

kata-kata tak ubah percakapan yang tanggal
ia menjadi penuh di sini
di kertas yang kusisakan nafasku
kulipat beribu waktu di dalamnya

surat yang tak kusebutkan untuk siapa ini
akan terbaca sebagai puisi

Sewon, 2019

 

Kepada Kampung

kepada kampungku yang telah melahirkanku
dalam keadaan paling sedih
kuasingkan seluruh airmata
ke dalam lembar lembar penafsiranmu
biar wajahku memiliki masa depan

aku tuliskan ingatan-ingatan
yang selalu datang padaku
sebagai penyair yang mungkin gagal

kepada kampungku yang kutinggalkan
bayangan selalu jauh, selalu jauh
namun, setia ia menjaringku ke dalam kata
yang memiliki pagi dengan angin yang kosong

hanya mimpi yang mengalir dari tanganku
hanya angan yang mencair dalam inginku

kepada kampung yang kurindukan
yang melahirkan kesedihanku
aku tak bisa menampung harapan

Sewon, 2019

 

Lautmu Lautku

lautmu lautku
ombak menyimpanku di dalammu
di dalamku menyimpan ombakmu

aku menggiring namamu ke pantai ke pasir
menggambar mimpi matahari yang lingsir
kau membawaku ke pusara lautmu
ke palung paling dari cintamu

di kulitku bercumbu dingin asin dari kulitmu
badai di hatiku bergemuruh
ada rawan perahu-perahu karam
serpih-serpih impian yang labuh

jala ikan yang dibungkus rapi di dekat perahu
dalam ingatan kubungkus rapi kenangan

aku ingin menjaring matahari
namun, aku ditangkap rasa asing berulangkali

ombakmu menarik pasir ke jantungku
jantungku berpasir waktu dalam ombakmu

dalam arus mimpi yang lapar
masih belum juga mengembalikanku
padamu; iman yang dalam

Sewon, 2019

 

Membaca Mimpi

teka-tekimu adalah kematian
ia berdenting meneteskan sunyi
yang menggelombang di kolam jiwaku
menyamarkan bayangan semesta

saat matahari melukis di lantai sore
meruapkan pertanyaan-pertanyaan
yang tak pernah bisa menafsir udara dingin
yang bermain di kebun samping

aku tak kuasa menangkap suara
yang menjalar di luar jendela
membiaskan pertunjukkan lampu
yang menukar wajah sepi

senantiasa baris pertama adalah rahasia
namun nyaris kutemui seberkas kunci
aku menenggelamkan diri sepenuh ke dalam mimpi
berusaha menangkap huruf-huruf puisi

Sewon, 2019

 

Jam Bagi Kita

jarum itu berhenti pada angka satu
angan-angan ditebar
membaur kenangan sebelum pagi pudar

kau dan aku tak ubah angka yang tinggal
dilupakan setelah hari berlalu menuju petang

kau dan aku tak ubah dua jarum jam
yang saling mengejar
kapan sampai kepada saat yang dibunuh oleh detik

kau dan aku seperti getaran
berjeram menangkap gerak rembulan
namun tak pernah sampai menjadi utuh

Sewon, 2019

 

Menuju Malam

matahari dikupas angin sore
yang dingin dan tajam
berhembus dari laut yang berkilat
kulitnya lepas membalut sungai yang molek
tapi kurus

berlembar-lembar awan
berjalan menuju malam
mengejar bulan yang siap merobeknya
dan seorang penyair bermimpi
besok pagi ada tangis yang menjadi mendung

Sewon, 2019

 

 

 

 

 

 

Tentang penulis: Khanafi, lahir di Banyumas, Jawa Tengah, pada 4 Maret 1995. Puisi-puisinya tersiar di beberapa media online seperti linikini.id, tembi.net, litera.co.id, serta termaktub di media cetak dalam bentuk buku antologi puisi bersama. Sekarang penulis tinggal di Sewon, Bantul, Yogyakarta menimba renungan di Lesehan Pondok Sastra Kutub, namun ia sering menulis puisinya di warung kopi bernama “Pincuk”.

Related Posts

1 of 3,050