NUSANTARANEWS.CO – Pemilihan umum untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan (badan legislatif) usai sudah. Kebanyakan dari kita menyebut pemilihan umum yang baru saja kita laksanakan itu dengan pesta demokrasi. Pesta yang berasal dari kata fiesta, artinya perjamuan atau keramaian. Dengan bahasa sehari-hari dinamakan hajatan. Memang negara mempunyai hajat besar menyelenggarakan pemilihan umum. Mungkin itu maksudnya.
Tetapi apa arti demokrasi, belum tentu semua orang tahu. Secara gampangnya demokrasi sering dikatakan sebagai: pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Ada lagi yang menyatakan bahwa demokrasi adalah sistem politik atau pemerintahan yang mendasarkan pada: kebebasan, persamaan dan persaudaraan. Dalam bahasa Perancis (karena sistem ini berasal dari sana) dinyatakan dengan: liberte, egalite, fraternite. Pemahaman mengenai demokrasi seperti tersebut, keduanya tidak salah.
Tetapi sebaiknya kita merujuk pada definisi demokrasi yang sederhana, mudah dipahami dan dapat diterima secara umum. Misalnya marilah kita rujuk pada definisi yang dikemukakan oleh Komisi Internasional Para Juris (International Commission of Jurists), sebagai berikut:
“Sistem politik yang demokratis ialah bentuk pemerintahan yang warga negaranya mempunyai hak yang sama dengan hak pemerintah untuk menetapkan keputusan politik (peraturan perundang-undangan) melalui wakil-wakil mereka (di badan legislatif), yang mereka pilih melalui pemilihan umum yang bebas. Pelaksanaan kekuasaan (politik) yang ada di tangan mayoritas (maksudnya pihak pemenang dalam pemilu) berdasarkan batasan konstitusional melalui ketentuan hukum. Hal ini untuk menjamin agar asas dan hak fundamental tidak bergantung pada mayoritas yang tidak tetap atau tidak wajar. Dengan demikian hak minoritas (pihak yang kalah dalam pemilu) tetap dijamin”.
Harus kita pahami bahwa dalam kenyataan pelaksanaan demokrasi di antara berbagai bangsa dan berbagai negara berbeda-beda. Hal ini disebabkan adanya perbedaan latar belakang budaya dari berbagai bangsa tersebut. Misalnya demokrasi yang diterapkan di Perancis, berbeda dengan demokrasi yang diterapkan di Amerika Serikat. Padahal perang kemerdekaan bangsa Amerika (pada abad kedelapan belas) yang ingin membebaskan din dari Inggris pada waktu itu diilhami oleh revolusi Perancis. Pelaksanaan demokrasi yang diselenggarakan oleh Perancis dan oleh Amerika Serikat tetap saja berbeda.
Oleh sebab itu tidak mungkin dan tidak seharusnya demokrasi Amerika Serikat, demokrasi Inggris atau demokrasi negara Eropa lainnya diterapkan di Indonesia. Antara Amerika Serikat, Inggris dan negara Eropa lainnya mempunyai perbedaan latar belakang budaya. Sebagai bukti perbedaan latar belakang budaya mereka, misalnya pada pembentukan Uni Eropa. Untuk membentuk Uni Eropa ternyata diperlukan waktu lebih dari lima dasa warsa setelah selesai perang Eropa. Antar bangsa Eropa saja mempunyai perbedaan latar belakang budaya. Apalagi antara latar belakang budaya mereka dengan latar belakang budaya bangsa Indonesia, sangat jauh berbeda. Jadi bagi bangsa Indonesia jangan dipaksakan harus menjiplak demokrasi Eropa atau demokrasi Amerika Serikat. Jangan puia bangsa Indonesia berkeinginan menyangkok demokrasi dari bangsa-bangsa tersebut. Ini sangat betentangan dengan budaya yang menjadi jatidiri setiap bangsa.
Jadi demokrasi kita, demokrasi Indonesia, seperti apa ? Tentu saja secara umum universal demokrasi kita tetap mengandung prinsip-prinsip sebagaimana dirumuskan oleh Komisi Internasional Para Juris seperti telah disebutkan di atas. Tetapi secara khusus, secara spesifik tentu saja mengandung nilai budaya yang dianut oleh bangsa Indonesia. Oleh sebab itu demokrasi yang diterapkan oleh bangsa dan negara tertentu tetap akan menunjukkan ciri budaya tertentu pula sebagai identitas atau jati diri suatu bangsa. Hal ini yang harus kita pahami dan dipahami pula oleh bangsa lain. Jangan memaksakan kehendak, itulah etika dalam pergaulan antar bangsa.
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut di atas, sebaiknya kita kaji terlebih dahulu prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pembukaan, Bab dan Pasal-pasal serta Penjelasan Undang-Unndang Dasar Negara kita. Undang-Undang Dasar Negara kita yang terdiri atas tiga komponen yang tidak dapat dipisahkan tersebut adalah landasan hukum bagi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ada baiknya pula kita meninjau terlebih dahulu sejarah perjuangan bangsa dalam menelaah berdirinya bangsa dan negara Indonesia untuk dapat mengungkap prinsip-prinsip tersebut. Secara historis perlu dipahami bahwa ada tiga deklarasi penting yang melatar belakangi pembentukan bangsa dan negara Indonesia.
Pertama, deklarasi Pembentukan Bangsa. Dalam Sumpah Pemuda pada tahun 1928 dinyatakan bahwa: Kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu bangsa Indonesia; kami putera dan puteri Indonesia bertanah air yang satu tanah Indonesia; dan kami putera dan puteri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia. Diktum pertama, mengindikasikan bahwa sejak 1928 itulah bangsa Indonesia eksis, atas kehendak dan keinginan suku-suku bangsa yang ada di Indonesia yang diwakili para pemuda. Diktum kedua mengindikasikan bahwa tanah air (native country) suku-suku bangsa tersebut bukan lagi daerah asal mereka, melainkan tanah air mereka ialah Indonesia. Diktum ketiga, mengindikasikan bahwa budaya mereka yang beraneka ragam diikat melalui bahasa persatuan (lingua franca) bahasa Indonesia, menjadi budaya nasional.
Kedua, deklarasi Kemerdekaan Bangsa. Dalam Proklamasi Kemerdekaan yang dinyatakan kemerdekaannya adalah kemerdekaan bangsa Indonesia bukan kemerdekaan rakyat Indonesia. Karena yang pertama kali ada adalah bangsa Indonesia. Sedangkan rakyat Indonesia belum ada karena negara Indonesia belum berdiri pada waktu proklamasi kemerdekaan bangsa pada tanggal 17 Agustus 1945 tersebut. Bung Karno dan Bung Hatta menyatakan kemerdekaan atas nama bangsa Indonesia. Setelah menyatakan kemerdekaannya, bangsa Indonesia kemudian mendirikan negara-bangsa (nation-state) Indonesia.
Ketiga, deklarasi Pembentukan Negara-Bangsa. Pada tanggal 18 Agustus 1945 para bapak pendiri negara (the founding fathers) menyepakati penetapan Undang-Undang Dasar Negara yang terdiri atas Pembukaan, Bab dan Pasal-pasal beserta Penjelasannya. Secara yuridis Undang-Undang Dasar tersebut menjadi landasan konstitusional berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jika kita kaji dengan cermat, secara kultural Undang-Undang Dasar tersebut merupakan kristalisasi tekad dan kehendak bangsa Indonesia untuk bersatu dan merdeka yang diwujudkan dalam perjuangan kemerdekaan. Undang-Undang Dasar Negara tersebut secara kultural juga mengandung nilai-nilai budaya yang menjadi prinsip dan etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di sinilah letak identitas atau jati diri bangsa Indonesia dalam kehidupan bebangsa dan bernegara. (Bersambung).
Penulis: Hernowo