Ekonomi

Defisit Neraca Perdagangan Disebut Sudah Terjadi Sejak Lama

keterangan pers bersama, perekonomian indonesia, propaganda ekonomi, fuad bawazier, ancaman krisis, skandal keuangan, skandal ekonomi, defisit transaksi berjalan, kementerian keuangan, ojk, bi, lps, kementerian perekonomian, kondisi perekonomian nasional, tahun politik, nusantaranews
Kurs rupiah terhadap dolar terus mengalami penurunan drastis, apakah Indonesia dilanda krisis ekonomi? (Foto: Ilustrasi/Ist)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori mengatakan polemik neraca perdagangan dan pembayaran yang terjadi dalam struktur kinerja ekonomi makro Indonesia sudah mulai tidak masuk akal dan sehat.

Defisit neraca perdagangan telah terjadi sejak lama, bahkan sejak era pemerintahan orde baru, dan menyalahkan serta mempolitisasi defisit neraca perdagangan yang saat ini terjadi berarti tak memperhatikan kontek dan dampak sebuah kebijakan saat ini dan yang telah terjadi di masa lalu,” kata Defiyan, Jakarta, Jumat (2112/2018).

Berbagai ekonom dan banyak pihak, kata dia, termasuk politisi yang mengaku ekonom seolah-olah alpa atas substansi permasalahan defisit neraca perdagangan yang terjadi saat ini dengan kondisi faktual atas penguasaan sektor hulu industri Indonesia.

“Perlu dicatat, bahwa pada tahun 1974 Indonesia pernah mengalami musim semi hasil minyak bumi yang sangat membantu pemerintahan kala itu dalam mensukseskan program-program pembangunan sampai akhirnya tercapai swasembada beras pada tahun 1984,” ungkapnya.

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Launching SOA Barang Ke Long Bawan dan Long Layu

Menurutnya, swasembada tahun 1984 adalah kinerja yang baik di era almarhum Presiden Soeharto. Namun, kata dia, prestasi ini tidak ditindaklanjuti oleh kebijakan hulu-hilir pangan (hilirisasi) yang komprehensif, termasuk kekeliruan dalam mengambil kebijakan paket Oktober 1988 yang meliberalisasi dan debirokratisasi sektor keuangan sehingga akhirnya senjata makan tuan dan menemukan dampak kebijakan ini pada tahun 1997 dan secara politik pada tahun 1998.

Defiyan menambahkan, momentum keberhasilan sektor minyak bumi menghasilkan penerimaan bagi negara (devisa) tak mampu dikelola secara efektif dan efisien, bahkan banyak dimanfaatkan untuk sektor konsumtif dan mengundang asing untuk membuka produksi industrinya di dalam negeri.

“Kondisi ini jelas memperparah sektor industri dalam negeri yang sudah lama berjalan dan jauh dari perhatian pemerintah, sampai akhirnya ketergantungan impor barang modal meluas ke impor bahan pangan dan penerimaan negara semakin berkurang dari sektor minyak bumi,” jelasnya.

Jadi, lanjut Defiyan, menunjuk kesalahan pada pemerintahan Presiden Joko Widodo yang dituduhkan oleh tim pemenangan pasangan Prabowo-Sandi Uno tidaklah sepenuhnya benar.

Baca Juga:  Rakyat Banyak Kesulitan, Kenaikan Pajak PPN 12 Persen Layak Dikaji Ulang

“Sebab, konteks dampak dan tekanan yang dihadapi oleh pemerintah saat ini berbeda dengan kondisi yang terjadi pada masa lalu,” kata dia.

(eda/gdn)

Editor: Gendon Wibisono

Related Posts

1 of 3,050