Ekonomi

Pajak 10% Konsumen Restoran di Nunukan Tuai Polemik, Ini Tanggapan DPRD

pajak 10 persen, perda nunukan, dprd nunukan, pajak restoran, perda pajak, pajak konsumen restoran, nusantaranews, kalimantan utara, nunukan, nusantara news
Anggota DPRD Nunukan, Marli Kamis mengomentari Perda Pajak restoran 10 persen di Nunukan, Kalimantan Utara. (Foto: NUSANTARANEWS.CO/Eddy S)

NUSANTARANEWS.CO, Nunukan – Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara terkait pajak konsumen restoran menuai polemik. Perda Nomor 6 Tahun 2015 tentang Pajak Daerah tersebut pada pelaksanaannya menetapkan pajak 10% dari harga makanan konsumen.

Sebagaian pelaku usaha jasa boga (rumah makan) menganggap Perda tersebut dapat menyebabkan berkurangnya pelanggan. Yusup, salah seorang pemilik warung di Jalan RA KArtini merasa Perda tersebut menjadi dilematis. Di satu sisi dirinya ingin taat aturan, namun di lain pihak dihadapkan pada pelanggan yang enggan membayar pajak sebesar 10% tersebut.

“Saya ingin taat pada aturan, tapi kadang ada pelanggan yang makan di sini terlihat enggan kalau saya mintai pajak. Sedangkan kenyamanan konsumen adalah salah satu kewajiban kami sebagai pemilik warung,” tutur Yusup, Kamis (20/12).

Terkait Perda pajak restoran itu, Yusup merasa khawatir akan adanya sanksi kepada para pemilik warung yang tak menjalankan aturan Pemkab. Untuk itu dirinya berharap agar Pemkab serta DPRD Nunukan dapat memberikan solusi tanpa ada yang dirugikan.

Baca Juga:  Bupati Nunukan Terima Kunjungan Tim Ekonomi di Perbatasan Sabah

“Kalau kami tak jalankan Perda (meminta konsumen bayar pajak makan 10%) itu, kabarnya warung akan ditutup oleh Satpol PP. Lantas bagaimana apabila ada pelanggan yang tak berkenan menbayar pajak itu?,” keluhnya.

Menanggapi hal tersebut, anggota DPRD Kabupaten Nunukan, Marli Kamis mengungkapkan bahwa persoalan dari Perda pajak itu bisa jadi karena kurangnya sosialisasi sebelum perda dikeluarkan. Marli menuturkan bahwa Perda pajak tersebut diterbitkan pada tahun 2015 saat perekonomian Nunukan stabil.

“Contoh gampang saja, tahun 2015 rata-rata para penjual daging dari pagi hingga jam 3 sore mampu menjual 15 kilogram. Itulah yang bisa juga jadi salah satu dari beberapa pertimbangan untuk diterbitkanya Perda itu. Tapi saat ini mereka hanya mampu menjual sekitar 5 kilogram tiap hari, dan itu pun dari pagi hingga sore,” ungkapnya.

Namun, Marli juga menampik anggapan yang mengatakan Perda pajak tersebut untuk kepentingan pemerintah. Dia menegaskan bahwa pajak itu akan kembali dinikmati masyarakat dalam bentuk bertambah nyaman sarana fasilitas publik atau insfratruktur lainnya.

Baca Juga:  Pemkab Nunukan Gelar Konsultasi Publik Penyusunan Ranwal RKPD Kabupaten Nunukan 2025

“Uang dari konsumen rumah makan itu lah yang akan bermanfaat kepada orang lain nantinya. Bisa menambal jalan rusak, perbaiki rumah-rumah ibadah dan fasilitas lainya,” paparnya.

Marli menegaskan pemerintah sama sekali tak punya maksud untuk membebani masyarakat. Tapi, menurutnya, jika masyarakat bisa menelaah lebih dalam, Perda pajak tersebut akan terlihat pesan untuk berbagi dan merasa punya andil untuk negara.

“Di Nunukan ini, kadang saat kita mendapat kembalian uang belanja berupa permen, kita lazimkan. Sementara kita diminta 2 ribu rupiah dalam 20 ribu harga makanan, kita malah keberatan,” kilahnya.

Lebih lanjut, Marli menegaskan DPRD Nunukan bukan lembaga yang anti kritik, sehingga ia mempersilahkan apabila ada pihak yang akan mengajukan hearing mengenai Perda pajak tersebut. Namun, mengenai kabar yang menyebutkan adanya sangsi penutupan warung jika tak menjalankan amanat Perda, Marli dengan tegas menolak wacana itu.

“Saya akan cek kebenaran berita itu. Sedang masih wacana saja saya akan tolak, apalagi jika sampai dijalankan. Ingat, jangan sampai peraturan atau kebijakan tega menginjak kemanusiaan,” ujar politisi Partai Demokrat ini.

Baca Juga:  Pemdes Jaddung Salurkan Bansos Beras 10 kg untuk 983 KPM Guna Meringankan Beban Ekonomi

(edd/eda)

Editor: Gendon Wibisono

Related Posts

1 of 3,197