NUSANTARANEWS.CO, Nunukan – Politisi PDIP asal Nunukan, Deddy Sitorus mengatakan pemindahan ibu kota negara adalah salah satu upaya untuk menyelamatkan Jakarta dan kawasan sekitarnya.
“Selain karena kondisi daya dukung Jakarta yang sudah sudah melampaui batas, sehingga menimbulkan kerusakan ekologis, masalah sosial dan politik, maka pemindahan ibu jota justru bisa menjadi jalan menyelamatkan Jakarta dan kawasan satelitnya,” kata Deddy di Nunukan, Selasa (27/8/2019).
Selain itu, Deddy mengatakan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur juga berujuan untuk menciptakan keadilan sosial-ekonomi.
“Alasan lain pemindahan ibu kota adalah untuk menciptakan keadilan sosial-ekonomi,” ujar Deddy.
Lebih lanjut, politisi sekaligus pengusaha tersebut mengungkapkan, dana berputar di DKI Jakarta itu mencapai 70% dari total uang yg beredar di negeri ini, 20% sisanya di Pulau Jawa dan hanya 10% saja di pulau-pulau lain. Padahal kekayaan negeri ini utamanya datang dari luar Jawa, terutama Kalimantan, Sumatera, Papua dan Maluku.
“Memindahkan ibu kota ke Kalimantan mudah-mudahan membuat para petinggi negeri ini menjadi lebih sensitif terhadap kondisi pulau dan daerah lainnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemindahan ibu kota ini akan mendorong perkembangan ekonomi wilayah karena mendorong terciptanya wilayah mesin ekonomi baru,” imbuhnya
Deddy menampik tudingan bahwa perpindahan ibu kota dari Jakarta akan menghabiskan anggaran negara. Justru, kata Deddy, ketidaktahuan yang dikemas oleh misi politis kadang membuat sebagian orang tak bisa obyektif.
“Tahukah anda bahwa untuk revitalisasi Jakarta saja, tahun ini DKI meminta dana sekitar Rp 571 triliun? Jauh kebih besar dari anggaran membangun ibu kota baru,” tegas caleg peraih suara terbanyak se-Kaltara pada Pemilu lalu itu.
Padahal, menurut Deddy, jika tekanan terhadap Jakarta tidak berubah, dana itu tidak akan banyak memberikan manfaat. Seharusnya dana sebesar itu cukup untuk membangun kawasan-kawasan lain secara besar-besaran. Deddy juga mengingatkan bahwa dana untuk membangun MRT tahap pertama itu mencapai Rp 16 triliun dan tahap kedua akan mencapai Rp 22,5 triliun.
“Belum lagi dana pembangunan LRT, tol dalam kota dan sebagainya. Dana sebesar itu cukup untuk menyambungkan semua daerah di Kalimantan. Jadi ada isu keadilan anggaran yang perlu diperhatikan,” urainya.
Sedangkan secara politik, Deddy menilai ibu kota harus menjadi kawasan juridiksi khusus yang tidak dibebani masalah politik kekuasaan dan konflik sosial. Jakarta, katanya, begitu mudah lumpuh akibat masalah politik dan sosial, padahal sebagai ibu kota negara, mewakili wajah republik. Baik buruknya wajah Jakarta akan menjadi cermin dari kondisi negara secara keseluruhan.
“Jadi mari kita kawal dan awasi agenda pemindahan ibu kota sebagai proyek kebangsaan. Mari kita pastikan ibu kota baru itu kelak dibangun dengan wajah Indonesia seutuhnya. Rumah besar di mana kompleksitas perbedaan begitu nyata dan seringkali sulit dikelola,” tuturnya.
Deddy menambahkan, pembangunan ibu kota baru tersebut juga diharapkan bebas dari ‘kutukan’ yaitu peminggiran masyarakat asli alias tempatan. Proyek pembanguan ibu kota harusnya mengintegrasikan pemberdayaan masyarakat tempatan sebagai pelaku, bukan penonton belaka.
“Ada yang mereka tidak tahu bahwa selama ini kekayaaan alam Kalimantan dikeruk, sementara pembangunan manusianya seperti terbaikan. Maka dengan ibu kota baru ini diharapkan kesejahteraan benar-benar merata,” pungkasnya.
Pewarta: Eddy Santri
Editor: Eriec Dieda