NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Masyarakat Indonesia baru saja disuguhi perang pandangan dari dua tokoh terbaik calon pemimpin Indonesia 2019-2014. Keduanya berdebat dalam durasi cukup lama. Sayangnya panggung debat tidak sungguh-sungguh digunakan untuk mengeksplorasi gagasan yang mampu menjawab masalah yang berkembang di tengah rakyat.
Dalam catatan Demokrasiana Institute ada beberapa isu krusial yang justru tidak terjawab dengan tuntas. Misalnya penyajian data kerusakan lingkungan akibat tambang masih minim, detail kebijakan impor dan ekspor tidak muncul, evaluasi pemberian izin reklamasi di atas laut dan hutang lindung tidak dibincang serius.
Baca: Analisa Filosofis Fahri Hamzah Soal Bobot dan Kemampuan Konseptual Kedua Capres
“Debat masih berkutat pada penyakit lama, sibuk dengan urusan saling klaim, padahal sesungguhnya ini tidak menjawab kebutuhan masyarakat,” ujar Koordinator Presidium Demokrasiana Institute, Zaenal Abidin Riam di Jakarta, Rabu (20/2/2019).
Hal lain yang perlu menjadi bahan evaluasi adalah penyajian data yang tidak akurat dan argumen yang lebih didominasi oleh retorika.
“Debat menjadi kurang berkelas karena cek fakta membuktikan banyak data yang disajikan justru keliru, di lain pihak argumen yang disajikan masih lebih bersifat retoris,” terangnya.
Pasca debat timses kedua belah pihak sebaiknya lebih terbuka mengevaluasi jagoan masing-masing, bukan hanya disibukkan dengan urusan pembelaan terhadap kandidat.
Baca Juga:
- Dua Kali Debat Capres, Dua Kali Pula Jokowi Serang Pribadi Prabowo
- Jokowi Mengelak Serang Pribadi Prabowo di Debat Kedua Capres
“Lumrahlah, pasca debat timses setiap kubu pasti saling klaim kemenangan, namun jangan lupa pula membenahi kekurangan kandidat saat debat, itu bila kita ingin melihat debat selanjutnya lebih berkualitas,” tutupnya. (red/mys/nn)
Editor: Achmad S.