Puisi Juli Prasetya Alkamzy*
Tlanjik 1
;Kepada Fiqri Saptono
Serupa kenangan masalalu yang menziarahi kita sewaktu kecil
Berkunjung kepada kenangan
Seperti grimis yang membuat kita berkali-kali jatuh cinta, karena kenangan juga perlu di ziarahi sambil membawa seikat bunga dan segenggam doa untuk kembali
Karena dengan mengingat kenangan kita akan saling memaafkan
Karena dengan mengingat kenangan grimis akan kembali kepada langit melalui lautan
“ Tlanjik adalah tempatku menyimpan kata dan makna agar aku tak lupa untuk pulang ke pangkuan ibunda” katamu
Begitu juga kenangan
Ia tak lepas dari inti hati
seperti nyanyian sunyi
yang suatu kali diam-diam mengiang saat mengingat mati
Purbadana, 8 Mei 2016
Bernama Kampung Langit
Kepada ; Mbah Fanani
Kelebat debu mendebam di awan-awan kampung yang dulu di namakan kampung langit, ada hawa napas sebelum shubuh mengantar pada kabut yang melebamkan mata para pencari musim yang paling wingit
di pagar rumah, Rumi membacakan puisinya untuk para Wali se-Nusantara.
Ada seorang wali bernama Fanani
Yang menunggui Dieng dari keluh ke peluh, dari takut ke malakut .
Dengan sorban hitam, jubah kesabaran, suara tertahan, dan uraian uban yang mulai jarang
Ia menerjemahkan puisi kekasihnya di jalan-jalan berbukit, menitipkannya pada pohon, gunung dan malaikat langit.
Karena sunyi adalah udara yang masuk ke dalam dadanya
Dan senyap adalah warna yang ia lukis dalam pertapaannya
sementara kami sibuk melipat musim, untuk memanen kol kentang wortel, dan doa-doa yang belum sempat tertanam
ia masih setia menunggui kampung yang dulu bernama kampung langit
dengan sorban hitam,jubah kesabaran dan doa-doa sebelum ia menjadi wingit
Dieng, 2016
Obituari Musim
Selamat Jalan Musim
Tenanglah bersama cuaca yang berganti
Kenanglah bersama ingatan yang lunglai
Heninglah bersama angin yang berubah badai
Karena dari dada-dada cahaya
Tempat kembali adalah rumah yang paling purnama
Berdamailah dengan puing-puing masa lalu
Bawalah air mata yang menggenang ke pangkuan ibu
Pelarung musim
Selamat terbang dengan sayap baru
Masuklah ke pedalaman yang paling inti
Temukanlah gulita yang paling cahaya
Bawalah ingatan musim bersama segenggam doa dan mantra
Purwokerto, Mei 2016
Leb-Leb*
Dari persimpangan sawah
Cangkul hanyalah memindah tanah kepada gembur bibit yang dialiri marwah
Ketika sebagian petani berdamai dengan masa lalu, tanpa kita sadari tanah menjadi tempat Bibit anak cucu menanam cinta
Kita berganti musim, Menelaah cuaca, bergiliran menekuri air, dari Bagian ubin ke penjuru mata angin
Sampai tanah menjadi lumpur, hingga penjaga air berkarib dengan keong yang sibuk tafakur
“Ambillah tanah kenangan, berkacalah pada padi yang menguning lagi penuh, maka panenlah sebagian yang lain dan simpanlah sebagiannya di lumbung masa lalu” katamu
Saat itulah gepyokan pertama menjadi kelindan dengan air matamu, air wudhu, peluhmu, Cinta-Mu
Purbadana, 9 Mei 2016
*Proses Mengairi Sawah Sebelum Digarap/Bajak
Manja*
Di lubang tanah yang paling basah, kenapa tidak kita coba mengurutkan lubang mana yang paling pasrah
Yang sudah siap menerima hujan dari perjalanan musim
Dari rekahan matahari sampai kepada akar rumput yang ditempa api paling kering
Maka hentakan pertama pada tanah serupa doa-doa yang menjelma-menjadi imaji para petani-Menanam kata, menunjam sukma sampai menjadi air mata yang mengalir dari lubang-lubang Perjamuan musim yang paling purna
Kini sawah ladang luruh, tak ada petani yang memanja tanah menjadi doa-doa yang paling Barokah
Purbadana, 2016
*Melubangi Tanah dengan space yang terukur, sebelum di taburi biji
Juli Prasetya Alkamzy* adalah nama pena dari Juli Prasetya, ia adalah seorang mahasiswa Fakultas Dakwah Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) IAIN Purwokerto, lahir pada tanggal 23 Juli 1993 di sebuah dusun terpencil di Desa Purbadana RT 05/02 Kec. Kembaran Kab. Banyumas, Jateng, Puisinya pernah di muat di Satelit Post, Tabloid poin , Majalah Obsesi, Buletin Jejak, Banjarmasin pos, Buletin Kanal, Majalah Ancas, Sastra Sumbar, dan Medan Bisnis. puisi tunggal perdananya bertajuk “ Menyingkap Langit, Membuka Hatimu (2014) sedang menyiapkan puisi tunggal kedua, “ Suara Yang Mencintai Sunyi” Sekarang ia tinggal dan tergabung dalam Takmir Masjid Darunnajah IAIN Purwokerto serta menjadi Pimred Majalah OBSESI.
__________________________________
Bagi rekan-rekan penulis yang ingin berkontribusi karya baik berupa puisi, cerpen, esai, resinsi buku/film, maupun catatan kebudayaan serta profil komunitas dapat dikirim langsung ke email: [email protected] atau [email protected].