NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – JPU (Jaksa Penuntut Umum) hanya menuntut terdakwa Gubernur DKI Jakarta non-aktif, Basuki Tjahaja Purmama alias Ahok satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun. Ahok dianggap terbukti melakukan penodaan Agama.
Ketua Tim Jaksa, Ali Mukartono menyebut mereka mengajukan tuntutan itu setelah mempertimbangkan sejumlah fakta, dan beberapa hal yang meringankan dan memberatkan terkait terdakwa.
Hal yang memberatkan adalah perbuatan yang didakwakan itu meresahkan masyarakat.
“Sementara yang meringankan, terdakwa sebagai gubernur telah melakukan berbagai program pembangunan yang nyata, dan selama persidangan bersikap sopan,” ujar Ali, di Kementerian Pertanian (Kementan), Ragunan, Jakarta Selatan, Kamis, (20/4/2017).
Simak: Sidang Minggu Depan, Ahok dan Pengacaranya Bacakan Pembelaan
Dalam berkas tuntutannya sebanyak 209 halaman, Jaksa menilai Ahok terbukti melakukan penodaan agama karena menyebut surat Al-Maidah saat bertemu warga di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada (27/9/2016) lalu.
Penyebutan surat Al Maidah tersebut dinilai oleh Jaksa dikaitkan Ahok dengan pilkada DKI Jakarta.
Lebih jelasnya, kalimat Ahok yang dianggap menodai agama yakni ‘Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu nggak bisa pilih saya ya kan? dibohongi pakai Surat Al-Maidah 51, macam-macam itu. Itu hak Bapak-Ibu ya. Jadi kalau Bapak-Ibu perasaan nggak bisa kepilih nih, karena saya takut masuk neraka karena dibodohin gitu ya, tidak apa-apa’.
Ahok dianggap terbukti melanggar Pasal 156 sebagaimana dakwaan alternatif.
Untuk diketahui, dalam Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Baca: Terbukti Menodakan Agama, Ahok Hanya Dituntut Satu Tahun Penjara
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Pewarta: Restu Fadilah
Editor: Achmad Sulaiman