Ekonomi

Bercocok Tanam di Dasar Laut? Ini dia pertanian masa depan

NUSANTARANEWS.CO – Rumah Kaca dan perkebunan konvensional sering dikeluhkan karena menghasilkan jejak karbon yang tinggi. Namun kali ini berbeda dengan Taman Nemo. Karena konsep asal Italia tersebut memanfaatkan rumah kaca di dasar laut.

Rumah kaca di bawah laut ini, jika memproduksi satu kilogram selada di lahan perkebunan akan dapat menghasilkan 140 gram emisi Karbondioksida, maka di rumah kaca emisinya mencapai 4450 gram, alias 30 kali lipat lebih banyak. Namun perkebunan konvensional di atas tanah juga tidak serta merta ramah lingkungan, karena banyak petani yang masih marak menggunakan pestisida yang bisa mencemari air dan tanah.

Taman Nemo ini tanpa mengahasilkan emisi dan tidak memerlukan pestisida. Sergio Gamberini, pemilik dan pengembang taman itu mengatakan bahwa ingin mengembangkan konsep unik yang dapat mengurangi emisi tanpa menggunakan pestisida. Solusinya bernama Taman Nemo, sebuah perkebunan sayur di dasar laut.

Untuk itu ia menggunakan balon transparan bervolume 2.000 liter yang ditambat sampai sepuluh meter dari dasar laut. Di dalam balon tersebut Gamberini membangun platform yang bisa digunakan buat menanam sayur-sayuran.

Baca Juga:  Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi UMKM, Pemkab Sumenep Gelar Bazar Takjil Ramadan 2024

Berbeda dengan perkebunan konvensional, Taman Nemo tidak membutuhkan air segar untuk disiram, dengan hujan di dasar laut, bagaimana bisa? Air didapat melalui proses alami desalinasi air laut. Melalui perbedaan temperatur, air laut menguap di dalam balon dan mengendap sebagai air tawar di atap balon. Air tersebut kemudian akan menetes dan membasahi tanaman layaknya air hujan.

Absennnya sistem irigasi membuat konsep Taman Nemo cocok diterapkan di kawasan pesisir yang meranggas akibat dampak perubahan iklim. “Agrikultur tradisional menggunakan 70% air tawar di seluruh dunia dan kelangkaan air meningkat pesat. Jadi pertanian adalah sektor yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim,” ujar Gamberini.

Sistem yang dikembangkan Gamberini ini hemat energi, sebab tidak membutuhkan aliran listrik, sistem pengatur suhu ruangan atau pencahayaan buatan seperti yang biasa digunakan di rumah kaca atau perkebunan konvensional. Menurutnya, taman Nemo bahkan juga bisa dibangun di dalam rumah dengan menggunakan akuarium.

Baca Juga:  Bangun Tol Kediri-Tulungagung, Inilah Cara Pemerintah Sokong Ekonomi Jawa Timur

“Taman kami adalah sistem yang berkelanjutan dan mandiri. Artinya setelah sistemnya diaktifkan, taman ini tidak membutuhkan bantuan dari luar. Kami memanen tomat, kacang-kacangan dan selada tanpa menggunakan air tanah sama sekali.” Menurut dia, yang penting tanamannya hanya membutuhkan sinar matahari.

Namun hanya saja, konsep Taman Nemo belum bisa diterapkan secara komersil. Untuk itu Gamberini harus menyederhanakan desain agar penyelam tidak selalu harus datang untuk menanam, memanen atau merawat balon yang menambah beban biaya dan waktu. Saat ini ia masih bereksperimen dengan menggunakan ukuran, bentuk dan kedalaman balon yang berbeda-beda.

Terlebih konsepnya itu masih harus berhadapan dengan bencana alam. Tahun lalu salah satu Taman Nemo yang dibangunnya hancur oleh badai. Sejak itu Gamberini mendesain ulang pondasi yang digunakan buat menambat balon di dasar laut. Meski begitu konsepnya tersebut tetap dianggap lebih efektif ketimbang perkebunan konvensional.

Reporter: Richard Andika

Related Posts

1 of 2