Ekonomi

Benarkah Pemerintah Berusaha Menyingkirkan Tenaga Kerja Lokal dari Tanah Tumpah Darahnya Sendiri?

Para pencari kerja. (Foto: Ilustrasi/Istimewa)
Para pencari kerja. (Foto: Ilustrasi/Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing pada tanggal 26 Maret 2018 dan diundangkan tiga hari setelahnya oleh Menteri Hukum dan HAM.

Sebelumnya pada 6 Maret 2018, Presiden Jokowi mengumpulkan para menterinya dalam sebuah rapat terbatas guna membahas langkah mempermudah izin TKA masuk dan bekerja di Indonesia. Sedikitnya ada 21 menteri yang diundang menghadiri rapat terbatas tersebut.

Logika yang terus dibangun pemerintah ialah kalau investasi mau masuk, otomatis tenaga kerja harus masuk. Kemudian, untuk mendukung perekonomian nasional dan perluasan kesempatan kerja melalui peningkatan investasi. Dengan dalih tersebut, Presiden Jokowi meminta kepada para menteri untuk mempermudah proses perizinan bagi penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia.

Presiden meminta agar prosedurnya dibuat lebih sederhana dalam pengajuan Rencana Pengajuan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Izin Penempatan Tenaga Asing (IPTA), maupun VITAS, Visa Tinggal Terbatas dan Izin Tinggal Terbatas.

“Dalam penataan penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia, saya minta agar proses perizinan yang tidak berbelit-belit. Ini penting sekali karena keluhan-keluhan yang saya terima perizinannya berbelit-belit,” kata presiden dalam ratas tersebut.

Sepekan kemudian, Menteri ESDM mencabut Permen Nomor 31 Tahun 2013 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing dan Pengembangan Tenaga Kerja Indonesia pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi. Permen ini dinilai ESDM berbelit-belit karena memuat soal rekomendasi Rencana Penggunaan TKA (RPTKA) dan Izin Menggunakan TKA (IMTA). Pencabutan Permen tersebut juga dinilai akan membuat TKA membanjiri sektor strategis negara ini.

Baca Juga:  Percepat Konektivitas, Pemkab Sumenep Luncurkan Pelayaran Perdana Kapal Express Bahari 8B

Baca juga:

Perpres TKA ini terkesan mempertegas keinginan pemerintah Jokowi merekrut warga negara asing untuk duduk di jajaran direksi di perusahaan BUMN. Wacana ini sudah pernah digulirkan pada 16 Desember 2014 silam.

Perusahaan pelat merah (BUMN) dinilai memang membutuhkan sosok ekspatriat (tenaga kerja asing) dalam bidang-bidang tertentu.

Terlepas dari itu, Data Kementerian Tenaga Kerja mencatat jumlah tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia sudah mencapai 126 ribu orang. Angka ini meningkat jika dibandingkan akhir 2016 lalu yang tercatat sebanyak 74,813 orang. Fadli Zon menyebut, sebanyak 742 tenaga kerja asing asal Cina ditemukan bekerja di Sulawesi Tenggara.

Baca Juga:  Madura Night Vaganza 2024: Ajang Pameran Pembangunan dan Potensi Unggulan Sumenep

Data tersebut juga mengungkapakn dari 126 ribu TKA yang tercatat sampai hari ini, mayoritas mereka berasal dari Cina. Selebihnya asal Jepang, Amerika Serikat dan Singapura.

Di satu sisi, data Badan pusat Statistik (BPS) mencatat sampai akhir 2017, telah terjadi kenaikan angka pengangguran di tanah air sebanyak 10.000 orang. Artinya, jumlah pengangguran di Indonesia kini tercatat sebanyak 7,04 juta orang di tahun 2017, naik satu angka jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 7,03 juta orang.

Dengan kata lain, Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang TKA menjadi kontraproduktif dengan kenyataan angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Pada September 2017, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut jumlah penduduk Indonesia yang tergolong hidup miskin mencapai 26,58 juta orang atau 10,12 persen. Angka tersebut berkurang jika dibandingkan Maret 2017 yang mencapai angka 27,77 juta orang atau 10,64 persen.

Namun begitu, konsep BPS dalam mengukur kemiskinan (basic needs approach) dipandang tidak tepat dan menyesatkan karena bersifat mikro, tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Sebab, kemiskinan terjadi pada level mikro, rumah tangga dan perorangan. Artinya, angka kemiskinan di Indonesia sebetulnya lebih tinggi dibandingkan data yang dikeluarkan BPS tersebut.

Kini, Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang TKA mulai dipertentangkan. Pemerintah dinilai berusaha mengebiri hak-hak masyarakat di tanah tumpah darahnya sendiri untuk diberikan kepada orang asing.

Baca Juga:  Bupati Nunukan Berikan Bantuan Untuk Dorong Penguatan Pertanian di Sei Menggaris

“Saya berpendapat, Perpres ini akan mengorbankan tenaga kerja lokal yang tidak bisa terserap bekerja dalam lapangan kerja sehubungan dengan masuknya investasi. Apalagi jika masuknya investasi juga diikuti dengan masuknya buruh-buruh kasar (unskill workers) yang didatangkan langsung dari Cina,” ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Sabtu (7/4).

“Saya menyesalkan adanya relaksasi aturan tenaga kerja asing yang dilakukan oleh pemerintah. Perpres No. 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing tak berpihak pada kepentingan tenaga kerja lokal,” kata Fadli di Jakarta, Kamis (19/4).

“Saat ini jumlah pengawas kita hanya 2.294 orang. Bayangkan, mereka harus mengawasi sekitar 216.547 perusahaan dan ratusan ribu tenaga kerja asing. Mana bisa?,” ucap Fadli Zon.

Komentar lain datang dari Ketua DPR RI Bambang Soesatyo. Ia meminta pemerintah memperioritas pekerja lokal.

“Agar pemerintah lebih mengutamakan tenaga kerja dalam negeri terhadap seluruh proyek-proyek yang ada sesuai dengan UUD NKRI 1945 Pasal 27 ayat (2) yang menyebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,” kata Bamsoet, Jakarta, Selasa (10/4). (red)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,074