Ekonomi

Pengangguran Masih Tinggi, Presiden Jokowi Ingin Tenaga Kerja Asing Dipermudah Bekerja di Indonesia

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Data Badan Pusat Statistik (BPS) sampai akhir 2017 menyebutkan, sebanyak 128,06 juta penduduk Indonesia adalah angkatan kerja. Sementara penduduk yang bekerja sebanyak 121,02 juta orang.

Dalam setahun (2016-2017), BPS menyebut angka pengangguran bertambah 10.000 orang. BPS mengklaim, angka 121,02 juta penduduk yang bekerja ini bertambah 2,61 juta orang dibandingkan tahun 2016.

Kenaikan itu tersebar di sejumlah sektor di antaranya industri (0,93 poin), perdagangan (0,74 poin), dan jasa kemasyarakatan (0,49 poin). Sementara sektor-sektor yang mengalami penurunan adalah pertanian (2,21 poin), pertambangan (0,10 poin), dan konstruksi (0,01 poin).

Angkatan kerja (labour force) didefinisikan sebagai penduduk usia produktif yang sudah memiliki pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan. Sementara tenaga kerja didefinisikan sebagai orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.

Baca juga: Serbuan WNA Cina Sepanjang Tahun 2016-2017

Sedangkan pengangguran adalah angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari kerja.

Selanjutnya, dari 121,02 juta orang yang diklaim sudah bekerja, data BPS juga menyebutkan sebanyak 69,02 juta orang (57,03 persen) penduduk bekerja di kegiatan informal. Akan tetapi, persentasenya menurun sebesar 0,57 poin dibanding Agustus 2016.

Dan dari 121,02 juta orang yang bekerja, sebesar 7,55 persen masuk kategori setengah menganggur dan 20,40 persen pekerja paruh waktu. Setengah menganggur didefisikan sebagai orang yang bekerja namun belum memenuhi kriteria pekerja penuh.

Baca Juga:  Mobilisasi Ekonomi Tinggi, Agung Mulyono: Dukung Pembangunan MRT di Surabaya

Dan pekerja paruh waktu didefinisikan sebagai pekerja yang bertugas hanya dalam sebagian waktu dari ketentuan waktu kerja atau hari kerja formal.

Sementara itu, data Kementerian Tenaga Kerja mencatat jumlah tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia sudah mencapai 126 ribu orang. Angka ini meningkat jika dibandingkan akhir 2016 lalu yang tercatat sebanyak 74,813 orang. Berdasarkan catatan Kemnaker, dari 126 ribu TKA tersebut mayoritas mereka berasal dari Cina. Selebihnya Jepang, Amerika Serikat dan Singapura.

Di tengah-tengah kondisi ini, beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo mengumpulkan sejumlah menteri dalam sebuah rapat terbatas. Di antara menteri yang mengikuti rapat ialah Menko Polhukam Wiranto, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menko PMK Puan Maharani, Menko Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perhubungan Budi K. Sumadi, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Pertanian M. Nasir, Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek, Menteri Sosial Idrus Marham, Mendikbud Muhadjir Effendy, Menteri ESDM Ignasius Jonan, Menteri RIstek Dikti M. Nasir, Menteri PANRB Asman Abnur, dan Kepala BKPM Thomas Lembong.

Baca Juga:  Bangun Tol Kediri-Tulungagung, Inilah Cara Pemerintah Sokong Ekonomi Jawa Timur

Baca juga: Presiden Minta Izin TKA Dipermudah, Menaker Jamin Perketat Pengawasan

Dengan dalih meningkatkan daya tarik investasi dan terserapnya tenaga kerja dalam negeri, Joko Widodo meminta kepada para menteri untuk mempermudah proses perizinan bagi penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia.

Permintaan tersebut dikatakan Joko Widodo setelah dirinya banyak menrima keluhan. “Ini penting sekali karena keluhan-keluhan yang saya terima perizinannya berbelit-belit,” katanya.

Presiden meminta agar prosedurnya dibuat lebih sederhana dalam pengajuan Rencana Pengajuan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Izin Penempatan Tenaga Asing (IPTA), maupun VITAS, Visa Tinggal Terbatas dan Izin Tinggal Terbatas. Saya minta untuk dijalankan lebih cepat dengan berbasis online dan dilakukan secara terintegrasi terpadu antara Kementerian Tenaga Kerja, Imigrasi di bawah Kementerian Hukum dan HAM,” kata presiden.

Selain itu, Joko Widodo juga menyentil Menteri Tenaga Kerja yang kerap melakukan sweeping terhadap keberadaan tenaga kerja asing, yang belakangan diketahui tak sedikit pula yang berstatus ilegal. Langkah baik Menaker ini kurang disetujui Joko Widodo berdasarkan keluhan yang ia terima bahwa beberapa pengguna tenaga kerja terganggu dan merasa tidak nyaman dengan adanya sweeping.

Dalam kesempatan tersebut, Menaker langsung berjanji akan segera menata secara keseluruhan perizinan untuk tenaga kerja asing sehingga bisa lebih cepat dan responsif. “Pemerintah tetap memiliki skema pengendalian yang baik. Jadi, tidak perlu dikhawatirkan,” Menaker menggaransi.

Baca Juga:  Hotipah Keluarga Miskin Desa Guluk-guluk Tak Pernah Mendapatkan Bantuan dari Pemerintah

Baca juga: Pencabutan Permen ESDM No 31 Tahun 2013 Permudah TKA Merambah ke Sektor Migas

Menteri ESDM tercatat menjadi kementerian yang bertindak cepat setelah mendapatkan instruksi presiden. Sepekan setelah Ratas, Kementerian ESDM langsung mencabut Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 Tahun 2013 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing dan Pengembangan Tenaga Kerja Indonesia pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi. Permen ini dinilai ESDM berbelit-belit karena memuat soal rekomendasi Rencana Penggunaan TKA (RPTKA) dan Izin Menggunakan TKA (IMTA).

Pencabutan Permen ESDM No. 31 Tahun 2013 dikhawatirkan akan berpotensi membuat tenaga kerja asing membanjiri tanah air.

“Kalau investasi mau masuk, otomatis tenaga kerja harus masuk. Yang harus kita lihat bersama, apakah dengan dicabutnya Permen ESDM No. 31/2013 kita kebanjiran TKA? Tidak demikian, sebenarnya yang diharapkan Pemerintah adalah Permen itu dicabut dalam rangka mencabut prosesnya saja menjadi tidak panjang dan berbelit-belit,” ujar Direktur Pembinaan Program Migas Budiyanto, Sabtu (17/3).

Pewarta: Gendon Wibisono
Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 11