Politik

Beda dengan Mahasiswa Dulu, Pola Gerakan Millenial Sekarang Dinilai Lebih Asyik

Lautan Mahasiswa Saat Menggelar Aksi Demo Menolak Revisi UU KPK dan RUU KUHP. (Foto Istimewa)
Lautan Mahasiswa Saat Menggelar Aksi Demo Menolak Revisi UU KPK dan RUU KUHP. (Foto Istimewa)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Direktur LP3ES Center for Media and Democracy, Wijayanto menyoroti pola gerakan mahasiswa millenial dalam membangun gelombang aksi mereka, khususnya dalam penolakan revisi UU KPK. Menurut dia, ada pola gerakan menarik dipertontonkan para millenial saat ini, yang disebutnya berbeda dengan aktivis mahasiswa tempo dulu.

Wijayanto menyebut, jika mahasiswa dulu pola gerakannya sangat angker, sebaliknya pola gerakan para millenial sekarang lebih asyik dan lucu. Mereka menggunakan bahasa mereka sendiri, tetapi tidak meninggalkan subtansi yang diperjuangkan.

“Terkait pola gerakan. Ini adalah poin yang sangat menarik. Tidak seperti gerakan mahasiswa jaman dulu yang sangat angker, para milenial melakukan gerakan ini dengan fans,” kata Wijanto saat dihubungi redaksi, dikutip Rabu (25/9/2019).

Mereka para millenial lanjut dosen Undip ini, membingkai pesan dengan sangat asyik. Misalnya “Hari ini kita kosongkan warung kopi. Kita akan ngopi di Senayan.

“Atau “DPR itu kerjaanya cuma tidur. Tapi begitu bangun dan kerja eh malah salah pula.”

Baca Juga:  Sumbang Ternak Untuk Modal, Komunitas Pedagang Sapi dan Kambing Dukung Gus Fawait Maju Pilkada Jember

“Jadi mereka membungkus gerakan dengan bingkai yang asyik dan lucu. Mereka punya bahasa mereka sendiri. Tanpa mengurangi kekuatan dari substansi gerakan itu sendiri,” jelasnya.

Terkait independensi gerakan. Wijayanto mencontohkan yang di Semarang, mahassiswa datang dengan pembiayaan secara mandiri dari mereka sendiri. Sebenarnya cukup datang dan berkumpul saja di sana.

“Tak ada nasi kotak yang dibagikan. Beberapa elemen masyarakat sipil dan dosen yang peduli juga patungan untuk mensupport mereka. Banyak teman-teman mahasiswa itu yang juga membiayai aksi mereka sendiri,” jelasnya.

Untuk simpelnya, kata Wija, mereka hanya modal motor datang ke TKP, membawa air mineral sendiri-sendiri. “Saya pikir ini juga yang terjadi ada elemen gerakan mahasiswa di berbagai kota yang lain,” tandasnya.

Pewarta: Romadhon
Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,049