Bappenas Sebagai Tangki Pemikir
Bappenas adalah kementerian/lembaga yang telah berpengalaman (shopisticated) dan memiliki rekam jejak (track record) yang jelas dan akan mampu menjadi penyusun Kerangka Dasar Pembangunan dari Hulu-Hilir Sektor Industri Indonesia, dengan terlebih dahulu mendefinisikan lebih tegas secara hukum (by law and definition) beberapa pengertian atas kata-kata kunci dan penting di setiap ayat pada pasal 33 UUD 1945 sebagai landasan operasional bekerjanya struktur industri secara sektoral. Terutama sekali mengenai ayat ‘Cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak ini yang harus dijelaskan secara lengkap dalam UU sebagai derivasi dari pasal 33 UUD 1945.’
Sebab, dengan cara inilah bekerjanya sistem perekonomian atau Ekonomi Konstitusi yang dirumuskan oleh sebuah lembaga pemikir dan perencana suatu bangsa dan negara sedari awal dan akan lebih terkonsolidasi, terkoordinasi dan sinergis mencapai tujuan dan cita-cita pembangunan nasional yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, Dasar Negara Pancasila dan konstitusi negara.
Di samping tentu saja adalah adanya perencanaan program berdasar prioritas, terarah, memperoleh hasil dan manfaat bagi kepentingan kebutuhan masyarakat, bangsa dan negara yang dilakukan oleh masing-masing kementerian dan lembaga negara yang dibebankan tugas pokok dan fungsinya.
Fungsi dan Peran yang akan diambil Bappenas 5 tahun mendatang juga sudah pasti beririsan dengan komitmen Presiden Joko Widodo dalam menegakkan Visi Trisakti dan Nawacita secara lebih inklusif, produktif dan akseleratif dalam mencapai sasaran pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya di seluruh Indonesia.
Dalam konteks Trisakti dan Nawacita, maka merujuk pada salah satu pidato, Bung Karno saat menyampaikan rumusan arah dan strategi kebijakan politik ekonomi nasional pada, beliau menyampaikan hal mendasar dalam tujuan pembangunan nasional, Pertama, prinsip usaha bersama atau Gotong Royong.
Kedua, melepaskan ketergantungan ekonomi dengan asing yang menjalankan politik imperialisme dan feodalisme (dalam konteks saat ini adalah neoliberalisme dan kapitalisme). Dan, yang Ketiga sebagai tujuan utama adalah kesejahteraan bersama atau seluruh rakyat Indonesia, merupakan seluruh upaya pembangunan atau aspek pemerataannya.
Prioritas sektoralnya pun, disampaikan Bung Karno melalui adanya perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan yang terarah dan terukur sesuai perhitungan (kalkulasi) yang matang dan berbasis data serta obyektif.
Pertama, sektor pertanian, perkebunan dan pertambangan. Kedua, sektor perhubungan antar wilayah yang menghubungkan sentra-sentra produksi daerah.
Ketiga, desentralisasi aturan perundang-undangan dan birokrasi administrasi di daerah dan pusat yang lebih menempatkan daerah sebagai sentral pembangunan dan mengurangi campur tangan pusat untuk cabang-cabang ekonomi tertentu.
Keempat, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang berimbang (berarti yang dijalankan almarhum Pak Harto) bukan pendekatan defisit yang saat ini terjadi.
Struktur dan kelembagaan Ekonomi yang diutamakan dalam pidato Bung Karno itu adalah yang sesuai dengan prinsip Usaha Bersama atau Gotong Royong adalah Koperasi dan BUMN bukan swasta.
Oleh: Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi