Mancanegara

AS Mengobarkan Perang Dagang Global

AS Mengobarkan Perang Dagang Global
Presiden AS Donald Trump

NUSANTARANEWS.CO – Amerika Serikat (AS) tampaknya mulai mengobarkan perang dagang global, setelah mengeluarkan sanksi baru terhadap Rusia dan Iran. AS pun kemudian mengenakan tarif impor terhadap beberapa produk Eropa dan Cina. Bahkan lebih jauh lagi, AS mulai membatasi investasi Cina di perusahaan-perusahaan teknologi Amerika.

Eropa dan Cina akhirnya mengadakan persekutuan untuk menghadapi kebijakan perang dagang yang dikobarkan AS. Wakil Perdana Menteri Cina Liu He telah bertemu dengan Wakil Presiden Komisi Uni Eropa Jyrki Katainen untuk membahas upaya perlawanan.

Trump menerapkan tarif impor 25 persen untuk produk baja dan 10 persen untuk aluminium Uni Eropa, Kanada dan Meksiko.

Beberapa waktu lalu Washington meneken kebijakan tarif bea masuk produk Cina senilai US$ 50 miliar.

Perang tersebut kemudian dibalas oleh Uni Eropa dengan memberlakukan tarif bea masuk sebesar 25 persen atas produk pertanian AS, seperti beras, jus jeruk. Selain itu, tarif juga diberlakukan untuk jenis minuman bourbon, sepeda motor dan produk baja.

Baca Juga:  Washington Reiterates Its Support to the Territorial Integrity of the Kingdom of Morocco

Sementara itu, Cina membalas dengan mengenakan tarif tinggi terhadap produk asal AS, seperti kedirgantaraan, robotik, manufaktur dan industri otomotif.

Perang dagang kemungkinan tidak hanya akan terjadi di sektor perdagangan, tapi juga bakal melebar ke sektor investasi. AS mengeluh terhadap praktik dagang Cina dan defisit perdagangan sebesar US$ 375 miliar. Presiden Trump juga mengancam akan menaikan tarif baru 10% pada produk impor asal Cina yang kali ini nilainya mencapai US$ 200 miliar.

Dilansir Reuters, pada hari Senin (25/6), Departemen Keuangan AS tengah merancang larangan perusahaan-perusahaan yang 25 persen sahamnya dimiliki oleh Cina agar tidak bisa memarkirkan dananya di perusahaan-perusahaan AS yang bergerak di sektor teknologi.

Juru Bicara Departemen Keuangan AS enggan mengomentari kabar tersebut. Perwakilan pemerintah hanya menuturkan bahwa Departemen Keuangan AS akan mengacu pada International Emergency Economic Power Act of 1977 (IEEPA) demi mempermudah penerapan kebijakan pembatasan investasi.

Payung hukum itu memberi kewenangan bagi presiden untuk membatasi aset berdasarkan keamanan nasional. IEEPA sendiri menjadi acuan kebijakan investasi AS setelah serangan 9/11 pada 2001 silam untuk memotong pendanaan bagi jaringan teroris.

Baca Juga:  Kekuatan dan Potensi BRICS dalam Peta Politik Global Mutakhir

Namun, laporan The Wall Street Journal yang dikutip dari Reuters menyebut pemerintah hanya akan memberi batasan bagi investasi baru dan tidak akan berlaku surut bagi investasi yang sudah ada.

Oleh karenanya, The Wall Street Journal juga mengatakan Departemen Perdagangan AS dan Badan Keamanan Nasional AS tengah menyusun kebijakan pengendalian ekspor ke China, utamanya mengendalikan ekspor teknologi ke negara tirai bambu itu.

Meluasnya perang dagang AS dengan Cina secara langsung mulai mengancam pasar modal dan pertumbuhan ekonomi global. (Aya)

Related Posts

1 of 3,070