PolitikTerbaru

Apa Urgensi Kontroversi Pengangkatan Ahok Sebagai Komisaris Utama Pertamina?

kontroversi, pengangkatan ahok, komisaris utama, pertamina, nusantaranews
Basuki Thajaja Purnama alias Ahok. (Foto: Dok. NUSANTARANEWS.CO)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Pemerhati ekonomi Defiyan Cori pengangkatan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina (BUMN) patut dilihat dari perspektif lain terhadap proses seleksi dan mekanisme pelaksanaan pemilihan pejabat BUMN. Sehingga, bisa menjadi komparasi atau perbandingan bagi publik dalam memahaminya ketimbang mempersoalkan kemaunan pemegang kekuasaan.

“Dalam hal pengangkatan dan pemberhentian Direksi dan Komisaris ketentuannya terdapat pada Pasal 14-33 UU tersebut, bahwa materinya memerintahkan proses seleksi dan mekanismenya beserta syarat dan kriteria sosok yang akan menempati jabatan di BUMN. Selain calon pejabat pada kedua posisi itu dilarang memangku jabatan rangkap, apapun itu (Direksi BUMN ada pada Pasal 25 dan Komisaris terdapat di Pasal 33), termasuk soal integritas pribadi dan tak pernah terkena kasus hukum, sampai disini maka perintah UU sangat jelas dan tegas soal sosok,” kata Defiyan di Jakarta, Sabtu (23/11/2019).

“Sebenarnya sejak awal sudah tak terlalu menarik (bahkan serius) lagi membahas soal pengangkatan dan pemberhentian sosok pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang merupakan entitas ekonomi dan bisnis mandat dari konstitusi ekonomi Pasal 33 UUD 1945,” katanya.

Baca Juga:  Ikrar Dukungan, Gus San Sebut Mardinoto Layak Pimpin Tulungagung

Sebab, lanjut dia, ada permasalahan mendasar pada materi pasal-pasal yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN yang tidak terstruktur dan cenderung berantakan isi batang tubuhnya serta memberi peluang interpretasi sesuka hati, bahkan melakukan pelanggaran atau pengabaian atas maksud materinya itu sendiri bagi pemegang kewenangan atau kekuasaan.

“Maka dari itu pengangkatan sosok siapapun menjadi Direksi dan Komisaris akan menjadi ajang keributan, baik itu tersembunyi maupun terbuka seperti kasus Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ini,” ujar Defiyan.

Menurut dia, menempatkan Ahok sebagai pejabat BUMN telah melanggar ketentuan UU yang berlaku, terkait status kelayakan dan apalagi ketepatannya berdasar seleksi dan mekanisme yang ada, termasuk Permen BUMN soal kualifikasi calon Direksi dan Komisaris, khususnya berkaitan dengan integritas dan tak pernah berkasus hukum.

“Pencari kerja untuk posisi staf saja di berbagai perusahaan dan instanai pemerintahan membutuhkan Surat Keterangan Berkelakuan Baik (SKCK saat ini) secara formal, apalagi seorang pejabat publik atau perusahaan negara,” katanya.

Baca Juga:  Cuek Hasil Survei, Cagub Luluk Yakin Tembus Suara 55 Persen di Pilgub Jatim

Sehingga, lanjut dia, wajar pengangkatan Ahok menuai kontroversi dan memancing keributan disebabkan masukannya sudah bukan lagi bahan baku yang baik atau cacat dalam istilah manajemen produksi atau operasi.

“Namun, ada hal baik yang terjadi atas seleksi pejabat yang berlangsung saat ini dibandingkan dengan sebelum ini, yaitu Menteri BUMN Erick Tohir lebih terbuka menyampaikan sosoknya kepada publik, tidak tertutup atau sembunyi-sembunyi sebagaimana yang terjadi sebelum keributan soal Ahok ini, artinya publik terlibat menilainya,” paparnya. (ach/eda)

Editor: Eriec Dieda

Related Posts

1 of 3,060