NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Penyair dan Teaterawan, Jose Rizal Manua mengatakan Antologi Puisi untuk Rindu Rendra; Rindu Rendra dalam rangkaian acara Rindu Rendra, Satu Dekade Mengenang Rendra – Megatruh ditulis tidak hanya oleh para penyair tetapi juga oleh para penggemarnya dan orang-orang yang pernah mengenalnya.
“Melalui antologi ini kita akan melihat aneka ragam daya ungkap yang bermuara pada kerinduan akan Rendra, yang dikenal luas sebagai penyair, dramawan, sastrawan dan budayawan. Penulis yang puisi terhimpun dalam antologi ini, pada umumnya pernah mengenal Rendra, atau setidak-tidaknya pernah membaca karya-karyanya atau menyaksikan kehebatannya dalam membaca puisi,” katanya, Jakarta, Rabu (6/11/2019).
Dia mencontohkan puisi karya Harry Hariawan berikut.
Taman Ismail Marzuki 1978
Kau belum selesai membaca sajak ketika bom amoniak dilempar ke panggung.
Kau tetap bertahan sambil terus membaca kertas demi kertas
itu,
walau bau menusuk hidung,
dan menggoda iman untuk meninggalkan pentas.
Namun kau tetap di sana,
seolah menantang rezim militeristik
yang kelak baru turun sekitar 20 tahun kemudian.
Ditumbangkan anak anak muda dan mahasiswa,
yang terbakar semangatnya membaca sajak sajakmu.
Untuk sang burung merak
8.8.2016/ 11.26am
Menurutnya, puisi tersebut mengungkapkan tentang seseorang yang tidak bertanggung jawab melemparkan bom Molotov saat Rendra membacakan puisi-puisi pamfletnya di Teater Terbuka- Taman Ismail Marzuki, di tahun 1978.
“Ada juga puisi yang ditulis oleh murid-muridnya. Seperti puisi yang ditulis oleh Anton Daryanto Bendet,” katanya.
Mengingat Guru
Untuk: Rendra
Mengingat sang guru
Belajar untuk tahu
Atau malah takut karena tabu
Mengingat sang guru
Belajar untuk meniru
Atau memperkembangkan hal baru
Mengingat sang guru
Belajar tangkas dalam berburu
Atau tetap tergopoh-gopoh dan terburu-buru
Mengingat sang guru
Belajar apa itu kalbu
Belajar apa itu batu
Dan jangan bersekutu dengan apa namanya hantu
Jakarta, 8 Nov 2017
Pendiri teater anak-anak ini menjelaskan, Rendra adalah seniman yang sangat terkenal di Indonesia, baik sebagai sastrawan, maupun sebagai dramawan.
“Bakat sastranya sudah terlihat sejak ia duduk di bangku SMP. Saat itu ia sudah menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerpen dan drama. Orang-orang di Tikungan Jalan adalah drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Pada saat itu ia sudah duduk di SMA,” urainya.
Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya Bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India.
Rendra juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri di antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995).
“Tahun 1967, sepulang dari Amerika Serikat, ia mendirikan Bengkel Teater yang populer di Indonesia dan memberi suasana baru dalam kehidupan teater di tanah air. Diharapkan antologi puisi yang beraneka raga mini dapat di apresiasi oleh masyarakat yang mempunyai kerinduan yang sama pada Rendra,” papar Jose Rizal.
Terakhir, dia menutunkan salah satu ungkapan Rendra yang sangat terkenal.
“Kesadaran adalah matahari
Kesabaran adalah bumi
Keberanian menjadi cakrawala
Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata”
(ach/sld/eda)
Editor: Eriec Dieda