NUSANTARANEWS.CO – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengaku siap dimintai keterangan oleh anak buahnya selaku mantan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) jika diperlukan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran (TA) 2011-2012.
“Oh tidak apa apa, yah saya siaplah kalau diperiksa,” tuturnya usai RDP dengan Komisi VII di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu, (26/10/2016).
Dalam Standart Operasional Procedur (SOP)-nya terang Agus, jika ada salah satu komisioner KPK yang diduga dianggap memiliki konflik kepentingan dalam kasus tersebut. Maka yang bersangkutan tidak siperbolehkan mengambil keputusan dan turut campur menangani kasusnya.
“Misal saya setelah diperiksa dianggap memiliki conflict of interest saya tidak boleh tandatangan,” katanya.
Sebelumnya Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tak menutup kemungkinan melakukan pemanggilan pada bosnya sendiri yakni Agus Rahardjo dalam penyidikan dugaan kasus korupsi dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) TA 2011-2012.
“Kalau permintaan keterangankan semua orang yang diduga bisa dimintai keterangan maka akan dimintai keterangannya. Namun akan dianalisa dulu oleh penyidik, apakah memang diperlukan keterangannya atau tidak,” kata Yeye, Jumat kemarin.
Sebagai informasi nama Agus Rahardjo muncul setelah Mantan Mendagri Gamawan Fauzi diperiksa KPK, Kamis 20 Oktober 2016 kemarin. Gamawan mengatakan bahwa proyek tersebut diawasi oleh tiga lembaga sekaligus yakni KPK, LKPP, dan BPKP.
“Saya minta untuk mengawasi di sini, kemudian KPK meminta supaya ini didampingi oleh LKPP, waktu itu Pak Agus (Rahardjo) kepalanya. Tapi saya tambah lagi supaya didampingi BPKP juga. Setelah selesai audit RAD itu, lalu barulah dimulai tender, dan masih didampingi oleh LKPP, BPKP ikut, dan 15 kementerian ikut di dalam, malah saya tidak ikut,” kata Gamawan saat itu.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka. Kedua orang tersebut adalah Mantan Dirjen Dukcapil Irman dan Mantan Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
Keduanya diduga bersama-sama telah melakukan tindakan melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan terkait proyek tersebut. Akibatnya keuangan negara ditaksir mengalami kerugian hingga Rp 2 triliun dari nilai proyek Rp 6 triliun.
KPK menyangka Irman dan Sugiharto melanggar Pasal 2 Ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. (Restu)