Oleh: Hanif Kristianto (Analis Politik dan Media)
NUSANTARANEWS.CO – Berdasarkan survei elektabilitas paslon cagub-cawagub Jatim 2018 terdapat selisih tipis. Ada kalanya Khofifah-Emil berada di atas Gus Ipul-Puti dan sebaliknya. Seperti balapan, salip menyalip. Pada debat terakhir sebelum masa tenang kampanye, Sabtu (23/6/2018) kedua paslon menawarkan pengelolaan pemerintahan dan kebijakan publik. Suatu terma yang ditunggu publik Jawa Timur untuk berkehendak memilih di antara keduanya.
Hal yang harus diperhatikan kedua paslon terkait urusan publik meliputi kesehatan, pendidikan, keamanan, dan pelayanan administratif. Selama ini sektor kebijakan publik masih menjadi catatan merah, meski banyak penghargaan yang diraih Jawa Timur. Selain itu, hal yang tidak kalah penting adalah keterkaitan pemenuhan sandang, pangan, dan papan rakyat.
Baca juga:
- Ketika Analis Meneropong Pilgub Jatim 2018
- Meneropong Pilgub Jatim 2018 (Bag II): Kiai War on Pilgub Jatim
- Meneropong Pilgub Jatim 2018 (Bag III): Kyai War on Pilgub Jatim
- Meneropong Pilgub Jatim (Bag IV): Kemana Suara Alumni 212 di Pilgub Jatim?
Beberapa catatan terkait pengelolaan kebijakan publik di Jawa Timur di antaranya:
Pertama, selama ini sinkronisasi data belum rapi. Baik di tingkat bawah hingga provinsi, serta masih ada persepsi yang berbeda-beda terkait pelayanan publik. Kondisi ini dapat dimengerti, meski ada kewenangan otonomi daerah beberapa program haruslah mengikuti ketetapan pemerintah pusat.
Kedua, orientasi pelayanan kebijakan publik masih belum pro rakyat. Lebih pada citra dan program serampangan yang berjalannya setengah-setengah. Hal ini bisa terlihat di beberapa daerah Jawa Timur. Semisal akses pelayanan kesehatan, fasilitas untuk difabelitas, penurunan angka pasung dan penanganan orang gila, dan pelayanan yang masih berbau bisnis.
Ketiga, seharusnya tiga hal dipegang dalam pelayanan publik yakni profesionalitas pegawai, mudah dalam pelayanan, dan pengelolaan yang efektif. Pada titik inilah rakyat sering mengeluh karena urusan yang terlalu ribet dan berbelit. Pegawai yang melayani kepentingan publik kerap menjadi sasaran kritik dan marah.
Oleh karena itu, pemimpin Jawa Timur ke depan harus mampu merealisasikan segala program dan kebijakan yang menjadi dagangan di masa kampanye. Jangan sampai rakyat kembali menelan pil pahit, sebagaimana yang dialami rakyat pada masa kepemimpinan presiden saat ini.
Hal yang harus dilakukan untuk merealisasikan kebijakan publik yaitu:
Pertama, sadar sesadarnya bahwa pemimpin adalah pengembala rakyatnya. Ia akan dimintai pertanggung jawaban terhadap yang digembalakan. Penguasa itu pelayan rakyat. Jadi harus amanah, welas asih, dan bekerja demi kepentingan rakyat. Kerjanya bukan untuk kelompok, partai politik, atau pemodal yang telah mendonasikan uangnya.
Kedua, memanfaatkan sumber daya alam di Jawa Timur agar tidak dikuasai asing. Pengelolaan SDA ini akan mampu menutupi kekurangan sumber dana untuk mencukupi kebutuhan rakyat. Pengabaian pengelolaan SDA menjadi malapetaka besar bagi sebuah pemerintahan. Adapun pelibatan swasta dalam pelayanan publik sebatas membantu, jangan sampai mengambil alih peranan pemerintahan daerah.
Ketiga, era digital society dan public society harus dipadukan untuk kemajuan pelayanan publik. Digitalisasi data harus membantu keakuratan data pendukung, sehingga sinkronisasi lebih mudah. Jangan sampai ada manipulasi data yang menyebabkan kebohongan publik. Public society dilibatkan dalam memberikan koreksi dan masukan, agar proses pelayanan publik berjalan sebagaimana mestinya.
Ketiga, pelibatan tenaga ahli dari kalangan akademisi, peneliti, dan intelektual perlu dikembangkan. Mereka didorong untuk berkontribusi kepada kepentingan rakyat sebagai amal jariyah. Bukan lagi sebagai sumber penghasilan materi duniawi. Hasil buah pikirannya harus pula disandarkan pada kepentingan rakyat dan ada hubungan transenden aspek keilahian.
Debat paslon cagub-cawagub dalam perpolitikan dimaksudkan untuk membangun persepsi publik. Sebuah wahana meyakinkan pemilih dengan jawaban-jawabannya. Semua masih persepsi dan asumsi. Pada waktunyalah rakyat akan tahu mana yang sekadar janji yang melangit dan fakta yang membumi?