Ekonomi

Pemerintah Harus Segera Lakukan Proteksi Kebijakan yang Berpihak pada Garuda

Negara Harus Hadir Selamatkan Garuda Indonesia (Ilustrasi Nusantaranews)
Negara Harus Hadir Selamatkan Garuda Indonesia (Ilustrasi Nusantaranews)

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Untuk menyelamatkan Garuda Indonesia dari kebangkrutan, pemerintah harus segera melakukan kebijakan proteksi. Dalam hal ini, negara hadir dengan membuat kebijakan yang berpihak kepada Garuda menyusul kondisi sulit sedang membelit maskapai penerbangan kebanggaan bangsa Indonesia tersebut.

Sebagai National Carrier Flag, Garuda harus secepatnya ditolong. Bila perlu biaya-biaya operasional yang memberatkan perusahaan berpelat merah itu dihilangkan atau yang paling realistis adalah minimalisir operational chost.

Bagaimana caranya? Pemerintah bisa membuatkan kebijakan yang ramah terhadap perusahaan milik BUMN tersebut. Dengan kata lain negara harus hadir melakukan proteksi. Dalam bentuk apa? Yakni melalui kebijakan yang berpihak.

Misalnya, melakukan subsidi silang atau biaya intensif. Kaitannya ini, pemerintah melalui Kementerian BUMN bisa melakukan kordinasi dengan pihak Pertamina menerapkan intensif biaya. Berupa avtur (aviation turbine) dengan harga murah sebagai upaya mengurangi chost operasinal penerbangan. Kemudian memberlakukan parking free, khusus kepada Garuda.

Baca Juga:
Para Pilot Akan Ambil Sikap Tegas Jika Ada yang Ingin Hancurkan Garuda
Kata Menteri Rini: Garuda Indonesia Masih Biang Kerugian BUMN
Soal Kondisi Garuda, Pemerintah Dinilai Sengaja Melakukan Pembiaran

Baca Juga:  Pembangunan Irigasi, Langkah Strategis Pemkab Sumenep untuk Petani Tembakau

Tak hanya itu, pemerintah juga bisa melakukan proteksi kebijakan dengan memprioritaskan jalur penerbangan terbaik kepada Garuda. Begitupun juga dengan jalur-jalur penerbangan short time, Garuda harus lebih diutamakan.

Contoh-contoh tersebut hanya bisa dilakukan oleh pemilik kebijakan. Siapa? Pemerintah. Apakah kemudian pemerintah berdosa bila menerapkan itu? Sebaliknya, pemerintah justru akan berdosa hingga tujuh turunan bila sampai hati membiarkan Garuda bangkrut atau beralih kepemilikan.

Garuda adalah aset berharga milik bangsa Indonesia. Dan selamanya harus tetap menjadi milik Indonesia. Maka sudah sepantasnya diselamatkan dan diperjuangkan.

Kita tahu, bahwa semua keuntungan Garuda yang didapat sepenuhnya untuk negara. Di dalamnya terdapat hajat hidup banyak orang, yakni rakyat Indonesia. Beda cerita jika kondisi ini dialami misal maskapai penerbangan Lion Air, yang sepenuhnya saham dikuasai asing dan swasta.

Untuk itu, pemerintah harus benar-benar memperjuangkannya dan melakukan proteksi kebijakan yang berpihak terhadap perusahaan milik negara tersebut. Cukuplah kiranya cerita suram PT Indonesia Satelit (Indosat) dan kasus maskapai penerbangan Merpati yang berujung tragis. Namun tidak untuk Garuda Indonesia.

Baca Juga:  Bapenda Tulungagung Berikan Apresiasi Pada Wajib Pajak di TAX AWARD 2024

Sebagaimana diketahui, kondisi PT Garuda Indonesia trendnya terus memburuk. Defisit keuangan tengah membelit perusahan berpelat merah ini. Sepanjang tahun 2017, Garuda mencatatkan kerugian mencolok. Pada kuartal III-2017, kerugian mencapai angka 221,9 juta dolar AS (Rp 2,99 triliun). Pada kuartal I-2017 Garuda mencatat kerugian sebesar 99,1 juta dolar AS. Angka ini meningkat pada kuartal II-2017 yang mencapai 184,7 juta dolar AS.

Lantas apa pemicu kerugian tersebut terus berlangsung? Menurut Vice President Corporate Secretary Garuda Indonesia Hengki Heriandono, (23/1/2018) menyebutkan salah satunya karena Garuda harus membayar tax amnesty senilai 137 juta dolar AS. Kedua, Garuda harus membayar denda kasus persaingan bisnis kargo dengan Australia sebesar 8 juta dolar AS.

Kondisi ini diperburuk dengan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) menghasilkan susunan dewan direksi yang tumpang tindih. Ketua Serikat Karyawan Garuda Indonesia (Sekarga), Ahmad Irfan Nasution menilai kondisi susunan direksi yang gemuk dan tidak ideal menjadi salah satu pemicu mengapa Garuda Indonesia terseok-seok.

Baca Juga:  Bandara Internasional Dhoho Diresmikan, Kediri Bisa Jadi Pintu Gerbang Indonesia Wilayah Jatim Bagian Selatan

Karena itu dalam tuntutannya mengancam akan melakukan aksi mogok, Irfan mendesak Presiden Joko Widodo, Kementerian BUMN, serta para pemegang saham segera merestrukturisasi direksi Garuda Indonesia dengan mencopot Direktur Kargo yang dianggap tidak dibutuhkan, serta mencopot Direktur Personalia yang membuat kebijakan yang dianggap pertentangan.

Irfan menjelaskan, ancaman mogok kerja disampaikan para para pilot Garuda bukan karena mereka tak cinta dengan perusahaan kebanggaan bangsa Indonesia itu, melainkan justru karena rasa cinta mereka ini yang membuat para pilot peduli. Sekarga dalam hal ini menegaskan, para pilot dan karyawan lain, tak terima ada pihak tertentu yang sengaja ingin menghancurkan Garuda.

“Intinya mogok bukan tujuan kami, kami cinta dengan perusahaan ini. Tetapi kalau ada yang ingin menghancurkan perusahaan ini, kami keberatan dengan hal itu,” tegas Ahmad Irfan Nasution.

Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 3,053