NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Ketua Setara Institute Hendardi mengingatkan bahwa di tahun politik wujud hoax atau berita negatif bukan hanya konten yang berbau SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan). Akan tetapi, materi yang dapat menjatuhkan marwah atau integritas pribadi seseorang, partai politik atau pihak-pihak yang berhubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan kontestasi politik, bisa juga disebut konten hoax.
“Terhadap hoax dan hal-hal yang belum teruji kebenarannya sudah semestinya publik tidak mudah terbawa arus, apalahi menjelang Pilkada Serentak 2018, Pemilu dan Pilpres 2019,” tutur Hendardi, Jakarta, Selasa (27/3/2018).
Hendardi mengambil contoh nyanyian Setya Novanto yang dilantunkannnya dalam sidang di Negeri Tindak Pidana Korupsi, Kemayoran, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
Nama kader PDIP Puan Maharani dan Pramono Anung keluar dari nyanyian Setya Novanto tersebut. Tak alang kepalang, eks Ketum Partai Golkar ini menyebut uang proyek pengadaan KTP elektronik yang dikorupsi itu mengalir ke Puan dan Pramono masing-masing USD 500.000.
Publik pun gaduh. Tindak pidana korupsi nyatanya memang sudah sangat dibenci oleh publik negeri ini. Presiden Joko Widodo juga ikut bersuara. Nyanyian Setya Novanto inipun segera menjadi bahan bicara.
“Ruang persidangan kasus korupsi dan kasus lainnya bisa jadi menjadi sumber informasi palsu yang bisa menimbulkan kegaduhan baru,” kata Hendardi.
Pria yang dikenal juga sebagai sebagai pejuang untuk mewujudkan perlakuan setara di bidang politik ini menuturkan, secara normatif apapun yang muncul dalam persidangan sebuah kasus akan menjadi referensi KPK dalam mengembangkan sebuah peristiwa hukum. Ia menyebutnya dengan istilah materi misleading dalam sebuah persidangan tidak perlu ditanggapi berlabihan, apalagi menimbulkan ketegangan baru antar partai politik. (red)
Pewarta: Alya Karen
Editor: Eriec Dieda