EkonomiPolitik

PRD Sebut 3 Tahun Jokowi-JK Ada Kemajuan Besar

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Hari ini, Jum’at, 20 Oktober 2017, pemerintahan Joko Widodo dan Yusuf Kalla memasuki usia ke-3 tahun. Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik (KPP-PRD) pada kesempatan 3 tahun Jokowi-JK dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi, Jum’at (20/10/2017) menyampaikan beberapa hal.

PRD menilai selama 3 tahun Jokowi-JK bekerja, ada kemajuan besar di sektor kemaritiman dan pembangunan infrastruktur. PRD menyebut untuk sektor maritim, 317 kapal pelaku IUU Fishing sudah ditenggelamkan. Sedangkan pembangunan infrastruktur berhasil mengurangi kesenjangan antar-daerah dan disparitas harga 20-40 persen.

Namun PRD menganggap pembangunan infrastruktur justru tak memperhatikan daya dukung APBN dan sebaliknya menambah banyak utang. Selain itu, pelibatan swasta lewat mekanisme  Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) atau Public Private Partnership (PPP) maupun sekurititasi aset BUMN berpotensi mengarah pada privatisasi.

PRD juga menilai bahwa pembangunan infrastruktur hanya dianggap sebagat padat-modal dan teknologi bukan padat-karya, sehingga kurang menciptakan trickle down effect pada masyarakat luas.

Baca Juga:  Bandara Internasional Dhoho Kediri Diresmikan, Khofifah: Pengungkit Kesejahteraan Masyarakat

KPP-PRD menambahkan tiga tahun Jokowi-JK belum berhasil mengurangi ketergantungan impor, khususnya pangan dan energi. Hal ini karena belum terwujudnya kedaulatan pangan dan energi.

Disebutkan, setidaknya dari 2014 hingga 2016, impor beras justru terus meningkat tajam. Tahun 2014 sebesar 844,2 ribu ton, 2015 sebesar 861,6 ribu ton, dan 2016 sebesar 1,3 juta ton. Indonesia juga mengimpor garam, kedelai, gandum, dan lain-lain.

Sementara itu, lanjut KPP-PRD, impor energi juga masih tinggi. Sebanyak 50 persen kebutuhan BBM di dalam negeri masih diimpor, baik dalam bentuk mentah maupun BBM. Di sisi lain, lebih dari separuh produksi minyak di dalam negeri hanya dipegang oleh dua korporasi asing, yakni Chevron dan ExxonMobil.

Begitupun dengan politik pajak, KPP-PRD dinilai tidak berkeadilan. Sehingga kata KPP-PRD cenderung memperparah ketimpangan ekonomi. Di satu sisi, penghasilan selevel upah minumum kena pajak 5 persen, sedangkan penghasilan tertinggi hanya kena pajak 30 persen.

Sudah begitu, kaum kaya bisa menyembunyikan aset dan kekayaannya, sehingga terhindar dari pajak. Program tax amnesty menyingkap fakta, bahwa dari Rp 4.865,77 triliun harta yang dilaporkan, sebanyak Rp 3.687 triliun adalah deklarasi harta di dalam negeri.

Baca Juga:  Anak Ideologis Prabowo, Cabup Gus Fawait Luncurkan 8 Program Aksi Untuk Sejahterakan Rakyat Jember

Artinya, menurt KPP-PRD, ada ribuan triliun harta di dalam negeri yang tidak pernah terlaporkan alias sembunyi (ilegal). Kemudian, investor asing terus diberi fasilitas keringanan pajak, seperti tax allowance dan tax holiday. Baru-baru ini korporasi tambang raksasa Freeport juga menikmati keringanan pajak.

KPP-PRD juga melihat adanya penurunan tingkat kesejahteraan rakyat. Penurunan kesejahteraan rakyat ini diklaim oleh KPP-PRD disebabkan: (i) penyerahan komoditi pokok, seperti BBM dan listrik, pada mekanisme pasar. (ii) berkurangnya penyerapan tenaga kerja sektor formal. (iii) Nilai Tukar Petani (NTP) tidak pernah melesat jauh di atas 100 dan (iv) upah riil buruh tergerus inflasi. Sementara angka kemiskinan tidak berkurang signifikan (dari 27,73 juta jiwa pada September 2014 menjadi 27,77 pada Maret 2017, sedangkan indeks kedalaman kemiskinan justru naik (dari 1,75 pada September 2014 menjadi 1,83 pada Maret 2017).

Pewarta/Editor: Romandhon

Related Posts

1 of 2