ArtikelBerita Utama

Saat Presiden Thein Sein Mendayung di Antara Cina dan Amerika

NUSANTARANEWS.CO – Sejak tahun 2010, ketika terjadi reformasi di Myanmar. Pemerintah mulai membebaskan ratusan tahanan politik, salah seorang diantaranya adalah pemenang Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi. Undang-undang pers diperlonggar, perundingan damai dilakukan dengan etnis-etnis minoritas, menjadikan Myanmar yang sebelumnya terisolasi, lambat laun kembali diterima dunia internasional.

Pada akhir tahun 2011, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton mengunjungi negara ini. Hasilnya, sedikit demi sedikit, Barat mulai mencabut sanksi yang diberlakukan terhadap Myanmar

Naiknya Thein Sein menjadi Presiden Myanmar pada tahun 2011, sekaligus juga menandai berakhirnya pemerintahan militer yang sudah berkuasa selama lebih dari 23 tahun, di mana tidak seorangpun menduga bahwa akan terjadi perubahan besar di Myanmar.

Seperti diketahui, sebagai Ketua Partai Uni Solidaritas dan Pembangunan, salah satu partai peserta pemilihan umum tahun 2010 di Myanmar, Thein Sein dan partainya berhasil tampil sebagai pemenang pemilu. Pada 4 Februari 2011, Sein kemudian dipilih oleh parlemen sebagai presiden sipil pertama di Myanmar (meski mayoritas anggota parlemen adalah militer).

Baca Juga:  Polemik Meruncing!!! Satpam Smarista Mengaku Diperintah Kepsek Usir Wartawan

Presiden Sein membawa perubahan baru di Myanmar, berbagai reformasi di bidang politik dan ekonomi mulai dijalankan dalam waktu singkat. Rekonsiliasi dengan pihak-pihak pro-demokrasi pun berjalan dengan lancar, sehingga pada tahun 2012 sebagian besar sanksi-sanksi yang dijatuhkan oleh negara-negara Barat terhadap Myanmar dihapuskan.

Transformasi yang berjalan di Myanmar sungguh mengesankan, dan mengundang banyak pertanyaan, karena memang tidak terprediksikan sebelumnya bahwa akan terjadi perubahan yang begitu signifikan. Meningkatnya hubungan Myanmar dengan pihak Barat, terutama setelah dihapusnya sanksi-sanksi membawa konsekuensi terhadap hubungan bilateralnya dengan Cina.

Tidak lama setelah berkuasa, Thein Sein kemudian menghentikan proyek investasi terpenting Cina di negaranya – Bendungan Myitsone di Sungai Irrawaddy – yang direncanakan sebagai  pemasok utama listrik bagi provinsi di selatan Cina. Pemerintah Myanmar membatalkan proyek strategis tersebut secara sepihak. Dengan kebijakannya ini, Thein Sein telah mengirimkan pesan kuat kepada Barat, sekaligus menanggapi sentimen anti Cina yang mulai menguat di dalam negeri, guna menarik simpati.

Baca Juga:  Waketum AMM: Kita Siap Menangkan Mualem

Penghentian proyek bendungan Myitsone telah membuat kesal Beijing, padahal sejak tahun 1990-an, Beijing tanpa mendapat hambatan telah membangun proyek-proyek ekonomi di Myanmar. Seperti jalur pipa MiGas yang akan menghubungkan Teluk Benggala dengan provinsi di barat daya Cina. Belum lagi pembangunan jalur kereta api yang rencananya akan membuka rute perdagangan melalui pelabuhan Myanmar ke Eropa, Afrika dan Timur tengah.

Cina sangat berkepentingan dengan proyek-proyeknya di Myanmar,terutama karena 80 persen impor minyak Cina harus melewati Selat Malaka, di mana jalur tersebut sangat rawan akan konflik dan perompakan. Oleh karena itu, Cina berupaya mencari jalur alternatif bagi pasokan suplai energi mereka – dan Myanmar merupakan pilihan terbaik bagi jalur pasokan sebagian energi Cina.

Sampai tahun 2011, Cina merupakan satu-satunya sekutu Myanmar. Kesepakatan antara kedua negara ini sangat sederhana: Cina mengamankan keberadaan rezim yang berkuasa dan sebagai imbalannya mendapatkan sumber daya mineral. Kini, keterbukaan Myanmar membuat Cina harus berhadapan dengan pesaing baru, yakni kekuatan barat.

Baca Juga:  Fraksi Karya Kebangkitan Nasional DPRD Nunukan Minta Pemerintah Perkuat Insfratrukrur di Pedalaman

Tapi bagi Cina, yang terpenting adalah stabilitas di Myanmar, khususnya di daerah perbatasan. Apakah kemudian Myanmar menjadi negara demokrasi atau tidak, bukan kepentingan Cina. Justru situasi baru di Myanmar akan lebih bermanfaat bagi Cina, terutama dengan adanya keterbukaan akan lebih memudahkan Cina untuk melakukan investasi di Myanmar, karena dengan keterbukaan akan banyak pembangunan ekonomi berlangsung di sana.

Terciptanya kondisi yang stabil dan kemajuan pembangunan ekonomi merupakan hal yang penting bagi masa depan Myanmar. Dalam konteks pembangunan ekonomi ini, Cina dapat memainkan perannya sebagai negara adidaya ekonomi bersama-sama dengan AS. Dengan demikian, Myanmar harus cerdas memainkan strategi perimbangan antara kepentingan AS dan Cina demi kepentingan pembangunan negaranya.(Banyu)

Related Posts

1 of 45