EkonomiPolitik

Rezim Pajak Kolonial Pemerintahan Jokowi

ILUSTRASI
ILUSTRASI

NUSANTARANEWS.CO – Rezim Pajak Kolonial Pemerintahan Jokowi. Tujuan dari proklamasi Kemerdekaan 17 agustus 1945 adalah untuk membebaskan bangsa dan rakyat Indonesia dari penghisapan dan penindasan kolonialime yang telah memabawa penderitaan lahir batin. Selama era kolonialisme tersebut, kekayaan alam bangsa Indonesia diangkut ke negara-negara imperialis dan rakyat Indonesia dipaksa bekerja dalam tekanan penindasan dan penghisapan. Sementara pada saat yang sama rakyat dipaksa membayar pajak dan berbagai pungutan kepada pemerintah kolonial.

Menurut Pusat Kajian Ekonomi Politik Universitas Bung Karno (UBK) Salamuddin Daeng, Pancasila dan UUD 1945 yang asli adalah sistem yang dibangun untuk melepaskan rakyat Indonesia dari penghisapan dan penindasan kolonial. Mengakhiri eksploitasi kekayaan alam oleh kaum imperialis, mengakhiri kerja paksa seperti rodi dan romusha suatu sistem kerja yang hanya menghasilkan sesuap nasi dan mengakhiri seluruh sistem pajak kolonial yang sangat menghisap.

Baca: 276 Blok Migas Dikuasai Asing = 276 Pangkalan Militer Asing di Bumi Nusantara

“Itulah mengapa dalam UUD 1945 perekonomian disususun berdasarkan azas kekeluargaan, bumi, air dan kekayaan alam Indonesia dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, dan cabang cabang produksi yang penting bagi negara, dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat,” katanya berdasarkan keterangan pers yang diterima nusantaranews.co di Jakarta, Jumat (17/6/2016).

Baca Juga:  Rakyat Banyak Kesulitan, Kenaikan Pajak PPN 12 Persen Layak Dikaji Ulang

Salamuddin berujar, selama pemerintahan Soekarno dan Soeharto, pajak hanya sebagai pelengkap. Sedangkan sumber utama untuk membiayai negara adalah kekayaan alam yang melimpah yang dimiliki Indonesia. Hal tersebut lantaran kedua Presiden Indonesia tersebut menganggap pajak yang membabi-buta merupakan sifat dan watak daripada kolonialisme.

“Namun belakangan ini Pemerintahan Jokowi justru menjalankan strategi kolonialme secara lebih ekploitatif. Pemerintahan Jokowi sangat berambisi mendapatkan pajak yang besar. Mengapa? Semua gara-gara pemerintah membutuhkan uang banyak untuk merealisasikan ambisi membangun berbagai mega proyek seperti kereta cepat, jalan tol, pebuhan, bandara, listrik 70.000 mega watt (MW) dan berbagai mega proyek lainnya,” kata dia. (Baca: 80% Lahan Migas Indonesia Sudah Dimiliki Asing)

Proyek tersebut, tambah dia, nantinya akan dibagi-bagikan kepada kolega pemerintah, dikerjakan dan dikuasai oleh pihak swasta, serta membutuhkan jaminan pemerintah berupa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang bersumber dari pajak.

Parahnya, ambisi untuk mendapatkan pajak yang besar tersebut justru dilakukan di saat kondisi perekonomian sedang melemah dan di tengah daya beli masyarakat yang jatuh akibat inflasi yang tinggi. Akibannya, banyak perusahaan nasional gulung tikar dan banyak perusahaan asing kabur dari Indonesia. Sementara perusahaan sektor komoditas seperti perusahaan minyak, batubara, tambang mineral, sawit, yang selama ini menopang penerimaan pajak pemerintah tengah bangkrut akibat jatuhnya harga komoditas di pasar internasional.

Baca Juga:  Survei Membuktikan, Pemilih PDIP dan PKB Condong Pilih Khofifah-Emil di Pilgub Jatim

“Dalam kondisi rakyat yang serba terjepit, Pemerintahan Jokowi juga malah menyasar harta kekayaan, tanah, bangunan, tabungan dan asset lainnya sebagai sasaran pengerukan pajak. Pemerintah Jokowi bahkan telah meminta akses kepada bank untuk mengorek tabungan masyarakat agar bisa dikenakan pajak,” ungkapnya. (Baca: Pengamat: Indonesia di Ambang Kebangkrutan)

Pemerintah juga memberlakukan tax amnesty agar masyarakat secara sukarela melaporkan pendapatanya dan harta kekayaannya, untuk selanjutnya akan diampuni pajaknya namun dengan kewajiban membayar denda. Semua dilakukan untuk mendapatkan uang sebagai sumber pembiayaan pemerintahan yang korup.

Sementara, kekayaan alam Indonesia di darat dan di laut seperti minyak, gas, emas, perak, tembaga, kekayaan mineral lainnya, batubara, komoditas perkebunan, seluruhnya diserahkan kepada asing. Seluruh sektor ekonomi strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak, semuanya dapat dikuasai mayoritas oleh modal asing. Negara dimiskinkan, rakyat dibuat menderita, dikeruk dan dipakasa membayar berbagai pungutan.

“Jadi menurut saya strategi pajak Pemerintahan Jokowi tersebut adalah mengulangi kolonialisme dan bahkan mungkin lebih kejam dari apa yang dijalankan pada era kolonial,” cetusnya.

Baca Juga:  Penyumbang Terbesar, DBHCHT Jawa Timur Layak Ditambah Tahun 2025

Baca juga: Presiden Jokowi Mutilasi Anggaran, Rakyat Menjerit

Oleh karena itu, masyarakat dan bangsa Indonesia wajib melawan rezim pajak pemerintahan Jokowi karena bertentangan dengan semangat Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan mengkhianati Pancasila dan UUD 1945. (Restu)

Related Posts

1 of 3,060