Ekonomi

Hukum dan Keadilan Dalam Perjanjian Akad Kredit Bank atau Lesing

NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Inilah kecurangan Bank atau Leasing dimulai. Bagi masyarakat umum yang tidak jeli sulit melihat kecurangan ini. Namun kami ingatkan, di balik wajah-ramah ramah dan pakaian necis para pegawai tersebut sebenarnya mereka bisa dinilai sedang menjalankan usaha yang licik dan jahat.

Dalam proses akad kredit pernahkah pihak Bank atau Leasing memberikan draft perjanjiannya beberapa hari sebelumnya untuk kita pelajari? Tidak pernah. Bahkan jika kita minta pun tidak akan pernah mereka berikan. Kenapa demikian? Jawabannya sederhana. Agar kita tidak sempat memahami dengan baik apa isi dari perjanjian tersebut!

Perjanjian akad kredit yang berlembar-lembar itu selalu diberi pihak Bank atau Leasing mendadak, sesaat sebelum kita tanda tangan. Dari gejala ini seharusnya kita menyadari bahwa ada sesuatu yang disembunyikan dalam perjanjian tersebut.

Pada kenyataannya isi dari perjanjian itu banyak yang bersifat sepihak, merugikan konsumen, bahkan melanggar hukum. Inilah alasannya mengapa Bank atau Leasing tidak menerima pengacara atau polisi sebagai konsumennya. Perjanjian yang kita tanda tangani tersebut disebut oleh pihak Bank atau Leasing sebagai Perjanjian Fidusia. Apakah perjanjian Fidusia itu?

Baca Juga:  DBHCHT Sumenep Fasilitasi Jaminan Ketenagakerjaan untuk Petani Tembakau

Perjanjian fidusia adalah perjanjian hutang piutang antara kreditur dengan debitur yang melibatkan penjaminan yang kedudukannya tetap dalam penguasaan pemilik jaminan dan dibuat Akta Notaris dan didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia. Dengan perjanjian fidusia ini, keditur (pihak pemberi kredit) memiliki hak eksekutorial langsung jika debitur melakukan pelanggaran perjanjian.

Pertanyaannya adalah apakah perjanjian yang kita tandatangani saat akad kredit itu termasuk perjanjian fidusia? Jawabannya, TIDAK. Pernahkah dalam proses penandatanganan akad kredit pembelian motor bahkan mobil kita dihadapkan pada Notaris? TIDAK.

Hanya dengan memberi kata-kata “Dijaminkan Secara Fidusia” tidak lantas secara otomatis membuatnya menjadi sebuah perjanjian fidusia. Perjanjian yang kita tandatangani dengan tidak di hadapan notaris itu disebut “Perjanjian Di bawah Tangan”

Masih banyak kecurangan-kecurangan lain yang dilakukan pihak Bank atau Leasing, seperti skema cicilan dan penalti pelunasan yang sangat merugikan konsumen. Sering kita temui keluhan konsumen yang sudah melewati setengah masa termin cicilannya namun mendapati hutangnya hanya berkurang sedikit. Namun kita akan fokus pada konsekuensi yang harus kita hadapi saat mengalami gagal bayar. Untuk lebih memahami, mari kita buat ilustrasinya:

Baca Juga:  DPRD Nunukan Gelar RDP Terkait PHK Karyawan PT. BHP

Jika kita kredit motor atau mobil untuk jangka waktu 3 tahun. Lantas setelah memasuki tahun ketiga, tiba-tiba kita tidak mampu lagi membayar cicilan. Adilkah jika dalam kondisi tersebut mobil atau motor kita disita? Dan benarkah motor atau mobil kita boleh disita? Ingat, sebelumnya kita sudah membayar uang DP (20-25% dari harga) dan selama 2 tahun kita sudah membayar cicilan dengan tertib. Artinya dari sisi keadilan, hak kita terhadap motor atau mobil tersebut jauh lebih besar dibanding hak pihak Bank atau Leasing (DP + cicilan 2 tahun).

Terlepas dari sisi keadilan. Dari segi hukum pun ternyata sama sekali tidak berhak menyita motor atau mobil tersebut. Mengapa demikian? Pertama, Sebagaimana sudah dibahas di atas bahwa perjanjian yang ditandatangani tersebut sama sekali bukan perjanjian fidusia. Artinya pihak kreditur tidak memiliki hak eksekutorial atas jaminan (motor atau mobil).

Kedua, dalam STNK dan BPKB motor atau mobil tersebut yang tertera adalah nama kita, bukan nama Bank atau Leasing. Artinya motor atau mobil tersebut secara hukum sah merupakan milik kita, bukan milik Bank atau Leasing. Sedangkan hubungan antara kita dengan pihak Bank atau Leasing adalah hubungan hutang piutang biasa.

Baca Juga:  Bandara Internasional Dhoho Diresmikan, Kediri Bisa Jadi Pintu Gerbang Indonesia Wilayah Jatim Bagian Selatan

Ketiga, satu-satunya pihak yang berhak melakukan eksekusi di negara ini adalah Pengadilan melalui keputusan eksekusi pengadilan. Artinya Bank atau Leasing apalagi debt collector sama sekali tidak berhak melakukan eksekusi dengan alasan apapun. Tentu saja Bank atau Leasing tidak mau menempuh proses pengadilan karena selain memerlukan biaya juga butuh waktu yang tidak sebentar. Dan keputusan pengadilan pasti akan memerintahkan untuk dilakukan pelelangan terhadap motor atau mobil tersebut. Dimana hasil lelang harus dibagi dua. Pertama untuk membayar sisa hutang kita kepada Bank atau Leasing, sisanya menjadi hak kita.

Cara di atas adalah cara yang sesuai aturan hukum dan tentu saja adil bagi kedua belah pihak. Namun Bank atau Leasing tidak akan menyukainya.

Penulis: Anwar Syarief A
Editor: Ach.Sulaiman

Related Posts