NUSANTARANEWS.CO – Publik Turki kini tengah dihadapkan pada dilema kepemimpinan dan sistem pemerintahan. Hal ini terkait dengan rencana Presiden Recep Tayyip Erdogan mengganti sistem parlemen yang kini dianut Turki dengan sistem presidensial. Sistem presidensial memungkinkan Erdogan meraih kekuasaan lebih luas.
Untuk itu, Turki akan menggelar referendum guna menentukan sistem pemerintahannya. Jika sistem presidensial disetujui, maka Erdogan akan berkuasa hingga tahun 2029.
Rencana Erdogan mengganti sistem parlemen dengan sistem presidensial menuai penolakan. Pasalnya, sistem presidensial yang memungkinkan Erdogan meraih kekuasaan lebih luas dinilai berpotensi menciptakan kediktatoran.
Para penentang Erdogan menyebutkan bahwa sistem presidensial akan memperkuat kekuasaannya pada politik dan fatal untuk sistem demokrasi yang sudah berlangsung selama ini. Melansir JWS, sejak kudeta gagal, pihak berwenang telah menangkap lebih dari 40.000 orang dan sudah muncul wacana di publik untuk menutup sedikitnya 140 media.
Sabtu, 15 April 2017, pemimpin oposisi dari Partai Rakyat Republik (CHP) Kemal Kilicdaroglu mengatakan jika referendum memenangkan suara “Yes” maka bahaya akan melanda seluruh negeri. Untuk itu, Kemal mendesak publik Turki memilih “Tidak/No” dalam referendum tersebut. “Kita harus menolak, untuk melindungi demokrasi,” seru Kemal.
Beberapa waktu lagi Turki akan menggelar referendum. Diperkirakan hasil referendum akan dirilis Ahad 16 April 2017 malam. Opini publik semakin panas menjelang referendum. Rencana Erdogan ini dinilai sebuah kerugian besar dari langkah politiknya karena hanya akan membuat runcingnya kritikan dari barisan oposisi. Namun di balik itu, Erdogan disebut akan tetap tegas dalam kekuasaan.
Rencana Erdogan mengganti sistem parlemen dengan sistem presidensial dikatakan bertolak dari kondisi perekonomian Turki. Erdogan berpendapat bahwa lebih terkonsentrasi pengambilan keputusan akan membantu meningkatkan perekonomian Turki, yang telah mengalami kemerosotan, dan meningkatkan kemampuan pemerintah untuk melindungi warga negara terhadap ancaman dari Negara Islam dan militan separatis Kurdi.
Untuk itu, kepala penasihat Presiden Turki, Reha Denemec menuturkan wajar-wajar saja rencana Erdogan dikritik. “Kritik atas rencana perubahan sistem telah menargetkan Erdogan karena dia begitu kuat,” ujar Reha sembari menegaskan kalau kediktatoran tidak mungkin terjadi.
Pewarta: Eriec Dieda
Editor: Achmad Sulaiman