NUSANTARANEWS.CO, Jakarta – Terkait dugaan persekongkolan untuk menetapkan harga bersama antara dua produsen sepeda motor yakni Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan Astra Honda Manufacturing, akhirnya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutus kedua produsen sepeda motor, Honda dan Yamaha bersalah.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia(YLKI) menyimpulkan keduanya telah terbukti melakukan persekongkolan penetapan harga. Akibatnya, oleh KPPU Yamaha didenda Rp 25 miliar, dan Honda didenda Rp 22,5 miliar.
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi mengapresiasi langkah dan putusan KPPU tersebut atas keberhasilannya membongkar persengkongkolan kedua produsen sepeda motor yang terbukti merugikan konsumen.
“Putusan KPPU menjawab pertanyaan konsumen selama ini, kenapa konsumen sepeda motor di Indonesia harus membayar lebih mahal dibandingkan konsumen sepeda motor di negara lain untuk produk yang sama,” ujar Tulus melalui keterangan resminya di Jakarta, Selasa (21/2/2017).
Oleh karena itu YLKI, mendesak kepada produsen kendaraan bermotor matic agar segera melakukan koreksi harga atau menurunkan harga jual, sesuai dengan kisaran harga yang ditetapkan oleh KPPU.
YLKI juga mendesak DPR untuk segera melakukan pembahasan revisi UU Anti Monopoli dan Persaingan Usaha, guna mengakomodir indirect evident dalam pembuktian dugaan kasus kartel dan menjadikan praktik kartel sebagai tindak pidana/kejahatan.
Menurutnya, jika konsumen pengguna sepeda motor kedua produsen tersebut belum puas dengan putusan KPPU tersebut, YLKI mendorong konsumen untuk melakukan gugatan class action kepada Yamaha dan Honda.
“Sebab denda KPPU terhadap putusan tersebut sangatlah kecil dibanding sengan kerugian yang dialami konsumen. Apalagi dalam kasus seperti ini, UU Anti Monopoli dan Persaingan Usaha tidak mengakomodir mekanisme ganti rugi pada konsumen atas selisih harganya itu,” kata Tulus.
Selain itu, YLKI juga mendesak KPPU untuk mengendus dugaan praktik persaingan usaha tidak sehat di sektor komoditas yang lain seperti semen, produk obat/farmasi, bunga bank, yang sangat merugikan konsumen, dan selama ini belum tersentuh dan dibongkar oleh KPPU.
Reporter: Richard Andika